Rancangan Undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) belakangan ini tengah menjadi pembicaraan publik. RUU ini memicu sejumlah tanggapan politisi dan tokoh yang menganggap RUU HIP tak memiliki urgensi untuk dibahas di masa pandemi. Salah satunya adalah yang disampaikan oleh Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Hisca Panjaitan.
Beliau mengatakan bahwa sejak awal Fraksi Partai Demokrat menarik diri dari pembahasan RUU HIP di Baleg DPR RI. Selain itu dia berpendapat juga bahwa tidak ada urgensinya membahas ini pada saat kita sedang fokus menangani pandemi virus corona.
Melansir dari Catatan Rapat Badan Legislasi Pengambilan Keputusan Atas Penyusunan Rancangan Undang-Undang Tentang Haluan Ideologi Pancasila tanggal 22 April 2020, RUU HIP adalah RUU yang diusulkan oleh DPR RI dan disebut telah ditetapkan dalam Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2020.
Baca Juga: Bukan Komunisme, Alasan RUU HIP Harus Dibatalkan
Berdasarkan catatan rapat tersebut, dikatakan bahwa saat ini belum ada undang-undang sebagai landasan hukum yang mengatur mengenai Haluan Ideologi Pancasila untuk menjadi pedoman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga diperlukan Undang-undang tentang Haluan Ideologi Pancasila.
Rancangan Perundangan Kontroversial
Rancangan undang-undang yang menuai kontroversi ini merupakan usulan dari DPR. Sejauh ini, pemerintah belum menyatakan sikap tegas menolak RUU tersebut. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly bahkan mengatakan pemerintah masih mengkaji draf aturan itu. Draf RUU Haluan Ideologi Pancasila terdiri dari 10 bab.
Yakni Ketentuan Umum; Haluan Ideologi Pancasila; Haluan Ideologi Pancasila sebagai Pedoman Pembangunan Nasional; Haluan Ideologi Pancasila sebagai Pedoman Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan danTeknologi. Juga Haluan Ideologi Pancasila sebagai Pedoman Sistem Nasional Kependudukan dan Keluarga; Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila; Partisipasi Masyarakat; Pendanaan; Ketentuan Peralihan; dan Ketentuan Penutup.
Dalam Ketentuan Umum, Haluan Ideologi Pancasila dijelaskan sebagai pedoman bagi cipta, rasa, karsa, dan karya seluruh bangsa Indonesia dalam mencapai keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan dan gotong royong untuk mewujudkan suatu tata masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi yang berkeadilan sosial.
Dalam Bab II Pasal 2, Haluan Ideologi Pancasila terdiri atas pokok-pokok pikiran dan fungsi Haluan Ideologi Pancasila; tujuan, sendi pokok, dan ciri pokok Pancasila; masyarakat Pancasila; dan demokrasi Pancasila.
Mereduksi Makna Pancasila
Adapun yang menuai kontroversi di antaranya Pasal 7 tentang ciri pokok Pancasila. Disebutkan bahwa cirri pokok Pancasila berupa trisila, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan. Trisila yang dimaksud terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong royong.
Pasal 7 yang memuat setidaknya tiga kata kunci, yakni trisila, ekasila, dan ketuhanan yang berkebudayaan ini dikritik lantaran dianggap merujuk pada Pancasila 1 Juni 1945, bukan Pancasila yang disepakati dalam siding Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
RUU Haluan Ideologi Pancasila ini dibuat untuk memperkuat posisi kelembagaan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang tertuang dalam Pasal 44. Selama ini, keberadaan BPIP berlandaskan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2018. Para pihak yang keberatan dengan RUU Haluan Ideologi Pancasila juga mempersoalkan ketiadaan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (Tap MPRS) Nomor XXV Tahun 1966 dalam konsideran.
****
Tap yang diteken Ketua MPRS Jenderal A.H. Nasution menyatakan Partai Komunis Indonesia sebagai organisasi terlarang dan larangan menyebarkan ajaran komunisme, Marxisme, dan Leninisme.
RUU HIP Tidak Memiliki Urgensi
Pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila ( RUU HIP) mendapat reaksi beragam di tengah masyarakat. Walaupun saat ini pembahasan RUU HIP telah ditunda, penolakan terhadap RUU tersebut terus mengalir. Bahkan pada Senin, 6/7/2020 lalu ada sekelompok massa yang mengatasnamakan Aliansi Nasional Anti-Komunis (Anak NKRI), akan menggelar ‘Apel Siaga Ganyang Komunis’ yang akan digelar di Lapangan Ahmad Yani, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, pada pukul 13.00-16.00 WIB.
Berikut ragam alasan mengapa RUU HIP mendapat penolakan dari berbagai pihak:
Secara logika hukum, keberadan RUU HIP dianggap aneh
MUI menilai bahwa pembahasan RUU HIP tidak perlu dilanjutkan lagi karena secara logika hukum, keberadaannya aneh. RUU HIP mengatur persoalan Pancasila, padahal Pancasila adalah sumber hukum itu sendiri. Seharusnya seluruh Undang-Undang yang ada di negeri ini dinapasi dan dijiwai oleh Pancasila. Mengatur Pancasila dalam Undang-Undang, sama halnya dengan merusak Pancasila.
RUU HIP adalah bara panas yang akan terus membakar situasi
Seperti diketahui, saat ini pemerintah telah menunda pembahasan RUU HIP. PBNU mengapresiasi keputusan pemerintah karena telah mengambil sikap dengan cepat. Penundaan pembahasan RUU HIP dapat mendinginkan suhu politik dan menghindarkan konflik ideologi di Indonesia.
RUU HIP bermasalah secara substansi dan urgensi
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menjelaskan bahwa RUU HIP bermasalah secara substansi dan urgensi. Oleh karena itu Pemerintah dan DPR tak perlu melanjutkan lagi pembahasan RUU tersebut dan segera mencabut RUU HIP. Selain itu, Pemerintahdan DPR selanjutnya tak perlu mengajukan RUU serupa lagi.
Baca Juga: Ketika Ideologi Pancasila dalam Genggaman Rezim Kekuasaan
Pasalnya, hal itu hanya akan menimbulkan kegaduhan dan penolakan. Lebih lanjut, DPR perlu mengambil langkah kuda untuk menjaga kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat. Keputusan DPR perlu ditetapkan pada kesempatan pertama untuk memastikan dan memberikan kepercayaan masyarakat bahwa RUU HIP benar-benar dihentikan pembahasannya atau dicabut.
RUU HIP akan mengganggu Pancasila
Keberadaan RUU HIP bila nantinya sudah disahkan, akan mengganggu ideologi Pancasila. Adanya RUU HIP juga dinilai tak patut untuk dibahas terlebih Indonesia tengah berjuang menghadapi pandemi virus corona.
Sumber Ilustrasi: aksaranews
Penulis adalah Mahasiswa Administrasi Pembangunan Negara Politeknik STIA LAN Bandung, dan Ketua PW IPM Jawa Barat Bidang Advokasi