Negeri beribu inovasi agar keberagamaan tidak kering kerontang —di atas segalanya adalah ukhwah Islamiyah.
Bukankah nabi saw berpesan bahwa saling memberi makan bisa mendekatkan hati —orang Jawa melakukan dengan cara kenduri—indah dipandang nyaman dipikiran.
Hanya di Indoenesia orang berebut ‘urunan’ bangun masjid. Membentuk panitia. Proposal dan pengumuman lewat banner menyebar pamflet dimana-mana. Ada yang bantu uang, semen, bata merah, kayu, pasir hingga makanan dan tenaga untuk kerja bakti.
Hanya di Indonesia beragam halakah dibuat. Pengajian selosoan digelar, Pengajian pendak jemuah legi (setiap Jumat Legi), pengajian pendhak selapan (setiap 40 hari), Ahad Pon, Rebu Legi (Rabu Legi), Yasinan, Sepasaran (selamatan yang diadakan ketika bayi berusia 5 hari), dan Ahad pagi. Ada Muhammadiyah, NU, dan FPI. Ulama dipanggil kyai. Habib diaji-aji (dipuji-puji) dicium tangan tanda ta’dzim. Sarung, baju taqwa juga peci.
Hanya di Indonesia puluhan ribu orang hadir pada Majelis Maulid–rela antre duduk berjam-jam membaca shalawat cinta. Berdoa bersama para habaib dan para salihin. Berendah hati berbaur bersama. Naik angkot sewa Pick Up dari jarak yang sangat jauh. Makan kembul nasi jagung lauk ikan asin.
***
Hanya di Indonesia Ramadhan begitu indah. Buka diawali takjil–gorengan–kolak dan es buah. Suara adzan disambung bacaan Quran di mikrofon indah bersahutan. Ada tadarus dan barzanji. Buka bersama. Megengan, Malam selikuran–Malem Songo. Nyadran. Apem dan tumpeng. Khataman setelah usai baca 30 juz pada malam 29. Diakhiri mbruwah esuk harinya.
Hanya di Indonesia Hari Raya begitu ramai. Pakaian baru. Kue putihan–semprit dan jenang Gedhe. Puasa Nyawal diakhiri lontong–ketupat–lepet. Galak gampil. Halal bi halal. Membuat kue dan membakar petasan dan kembang api. Tempat hiburan penuh pengunjung. Jalanan sesak karena macet. Takbir keliling, mengarak bedhug dan obor.
Baca Juga:Bagaimana Menjaga Diri dan Keluarga?
Hanya di Indonesia hari raya kurban begitu meriah. Para jamaah patungan membeli kambing dan sapi, membentuk panitia, dimasak dan di makan bareng. Orang tua dan anak-anak bahu membahu memotong dan membagi hewan kurban. Dicuci di kali (sungai).
Hanya di Indonesia semua peristiwa diperingati. Hijrah nabi, Nuzulul Quran, Lailatul qadar, Isra mi’raj. 1 Muharam hingga hari kelahiran atau Maulid. Anak-anak dibacakan Quran sebelum dikhitan. Para uwak haji diarak ramai. Semua dilakukan sebagai tanda cinta dan syukur. Kami hanya mencintai Islam dan Nabi dengan cara sederhana. Itu saja.
***
Islam lebih indah dari negeri asalnya. Meski kita terpisah oleh waktu dan jarak yang sangat jauh. Kita juga tak paham dengan bahasa dan adat Arab. Tapi kita beriman meski hanya mendengar nama.
Kita tidak mengenal Muhammad saw: seperti penduduk Tsaqif yang mendustakan, tapi kita mencintainya dan beriman tanpa bertanya. Kita tinggalkan adat dan kebiasaan. Mengimani kitabnya, berikut semua ajarannya semampu yang kita bisa.
Mungkin tak seharusnya ditagih sama dengan negeri asalnya. Kita terpisah jarak dan waktu bahkan bahasa. Berbeda sedikit itu biasa. Insya Allah nabi kita ridha dan maklum. Ini hanya cara menunjukkan cinta dari sebagian umat yang terpisah jauh. Ini soal cita rasa dalam beragama–Indoenesia negeri sunah. Semoga dimaafkan.
ilustrasi: kaltim.tribunnews.com