Pada hari itu, para pemuda mengundi nama-nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang.
Upacara itu dilakukan 2 hari pertama dari rangkaian ritual 13-18 Februari, yang dipersembahkan untuk “Dewi Cinta Juno Februata”. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa “Lupercalia” dari gangguan serigala.
Perayaan itu bernama Lupercalia, rangkaian upacara pensucian diri di masa Romawi Kuno.
Ya, itu baru salah satu versi cerita mengerikan sejarah valentine day. Di versi yang lain muncullah nama Santo Valentino yang hidup pada masa Kaisar Claudius II dan menemui ajal pada tanggal 14 Februari 269 M. Kisahnya pun beragam. Versi pertama menceritakan St. Valentine dihukum mati Claudius II karena menolak tuhan Romawi dan bersikeras menyebarkan keyakinan Kristen walaupun telah dipenjara.
Baca Juga: “Agamaku Pancasila”: Ikhtiyar Menuju Ideologi Partisipatif
Sejarah Lain
Versi yang lain mengisahkan Claudius II melarang menikah bagi para pemuda karena bujang dianggap lebih tangguh dalam berperang. Namun St. Valentine membangkang dan secara diam-diam melangsungkan pernikahan bagi para pemuda Romawi. Sang pembangkangpun berakhir pada tiang gantung pada 14 Februari 269 M.
Mungkin alasan ini yang jarang diketahui. Yaitu Hari itu tanggal 14 Februari 1492, kekuasaan Islam di Andalusia, Spanyol luluh lantah. Dan nama St. Valentine pun muncul sebagai aktor keruntuhan ini. Rakyat Kristiani memperingati peristiwa tersebut sebagai hari kasih sayang. Ya tentu saja, karena mereka menganggap Islam adalah agama zalim. Begitulah, valentine day.
***
Tapi sayangnya terlampau banyak juga saudara kita muslim yang entah sadar atau tidak, ikut-ikutan nge-pink menyambut valentine day. Seakan latah, menjadi agenda tahunan coklat dan permen hati, mawar merah merekah, kartu puisi picisan laris terburu untuk persembahan sang terkasih di hari “kasih sayang”.
Padahal jelas tak ada unsur kasih dan sayang terlihat dari sejarahnya, yang tentu saja tidak pula untuk nilai ke-Islamannya. Yang ada hanyalah pengada-adaan yang dimunculkan baik untuk mengenang pengorbanan “darah pendeta mereka” ataupun pewarisan “ritual paganis” dari kaum pagan pemuja dewa bangsa Romawi kuno.
Bahaya Hari Valentine
Dan tentu saja kata cinta terlampau begitu mulia dan suci untuk sekedar disangkutpautkan dengan setangkai coklat bertulis “I Love You”. Sepucuk mawar mewangi merekah, atau selembar kertas puisi picisan mendayu-dayu penuh nafsu. Terwarnai oleh dominan merah jambu. Terlebih memilukan lagi ketika tepat tertanggal 14 Februari. Benar-benar mengiris-iris.
Mediapun terjejali berita pilu, penggrebekan muda-mudi pesta syahwat di malam valentine. Seorang wanita yang hilang diculik lelaki bukan mahramnya pada malam 14 Februari itu, sampai dengan berita terbunuhnya model di negeri lain ditangan pujaan hati haramnya.
Baca Juga: Pengangkatan Dr. Biyanto Menjadi Profesor Moderasi Islam di UIN Sunan Ampel
Oleh karenanya itu tidak perlu deh diperdebatkan lagi. Para peraya valentine bukan lagi diancam atas dosa kemaksiatan layaknya dusta, mencuri, berzina, ataupun membunuh. Akan tetapi lebih dahsyat lagi ancamannya adalah dosa kesyirikan.
Menyekutukan Allah dengan yang lain. Dosa yang begitu hina dina, dan Sang Maha Pengampun pun tak sudi memberikan ampunan. Apakah masih mau ikut merayakan perayaan valentine day? Jadi Pesannya di hari itu, hati-hati “Kesyirikan dan Kemaksiatan“. Setidaknya dua alasan itulah yang melarang kenapa kita tidak boleh ikut dalam perayaan valentine day. (redaksi@kalimahsawa.id)
Sumber Ilustrasi: rapormerah.co