Oleh: Ikhsanul Amal
Pandangan soal PSBB, secara prinsipil pemerintah sebenarnya ingin menyatakan bahwa mereka tidak mau menanggung kebutuhan hidup rakyat selama wabah ini berlangsung. Mengapa demikian?
Karena jika logika pemerintah ingin mempercepat penanganan, langkah radikal yang seharusnya diambil adalah lockdown atau dalam UU Kekarantinaan dipergunakan istilah Karantina Wilayah. Di mana jika itu diterapkan, negara wajib menjamin kebutuhan hidup rakyat, bahkan sampai menjamin hewan peliharaan atau ternak milik rakyat.
Mengenai dampak politiknya, perlu kawan-kawan ketahui PSBB juga diikuti dengan aturan lainnya seperti sanksi terhadap masyarakat yang tidak mengikuti aturan PSBB mengacu pada pasal 93 UU No. 6 tahun 2018 tentang karantina kesehatan yang berisi,
“Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan atau menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan yang mengakibatkan darurat kesehatan masyarakat dipidana penjara paling lama 1 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000”.
Sedangakan untuk meminimalisir informasi yang tidak benar yang beredar dalam lingkungan masyarakat pemerintah melalui UU KUHP telah membuat suatu aturan yang khusus membahas tentang penyebaran informasi palsu/hoaks dan penghinaan terhadap presiden sebagai kepala Negara yaitu,
Baca Juga: Carut Marut Penanganan Covid di Indonesia
“KUHP Pasal 14 dan 15 dengan sanksi 10 tahun untuk berita palsu/hoaks jika berita tersebut tidak lengkap atau melebih lebihkan informasi tersebut diancam 2 tahun penjara”.
*****
Dalam hal menjaga penyebaran informasi yang begitu bebas pemerintah juga membuat suatu aturan yang membuat masyarakatnya agar bisa bijak dalam menggunakan media. Aturan tersebut tertuang dalam UU ITE pada pasal 28 ayat 1 yang menyatakan bahwa,
“Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohon dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik yang dapat diancam pidana berdasarkan pasal 45 A ayat 1 UU NO 19 tahun 2016, yaitu dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak 1 Milyar”.
Untuk memaksimalkan penerapan aturan tersebut pemerintah dalam hal ini Kepolisian Negara Republik Indonesia juga sudah melakukan patrol cyber untuk memonitoring situasi serta opini yang memuat konten penghinaan dan berita bohong di dunia digital.
Suara Mahasiswa
Misalkan saat ini, mahasiswa banyak keberatan mengenai beban belajar jarak jauh, kondisi ekonomi dan lain sebagainya. Lalu apa yang dilakukan? Tentu dalam benak mayoritas mahasiswa “kalau mau demo nanti tertular, dikucilkan dan sebagainya”, padahal kita bisa mengatur penyampaian aspirasi melalui demonstrasi dengan tetap memperhatikan aspek kesehatan.
Tapi rakyat dan mahasiswa diterror dengan kebijakan PSBB dan turunannya untuk menjaga agar rakyat termasuk mahasiswa tidak melakukan protes atas kebijakan dan krisis yang terjadi saat ini. Kalau kawan-kawan cek berita, saat ini sudah semakin banyak rakyat di negara-negara lain yang akhirnya memutuskan untuk demonstrasi karena hidupnya terancam tidak hanya oleh Covid-19 tetapi oleh kelaparan, PHK, beban hidup yang makin berat.
Baca Juga: Problematika Kebangkitan Islam Menurut Ibrahim M. Abu Rabi’
Kelompok mahasiswa dalam perguruan tinggi merupakan suatu sektor penting yang menjadi kunci dalam membentuk kemajuan kebudayaan suatu negeri. Dalam proses perkembangannya kelompok ini juga akan mengikuti perkembangan orientasi politik dan ekonomi yang dijalankan oleh pemerintah.
Selama basis ekonominya masih bergantung pada utang dan investasi asing untuk kepentingan imperialis dan tuan tanah. Serta aspek politiknya masih didominasi oleh kelas penindas maka kelompok intelektual seperti mahasiswa harus mengambil peran untuk memberikan penyadaran tentang politik yang berkebudayaan.
Karena jika para mahasiswa memiliki cita-cita agar pendidikan menjadi ilmiah, demokratis dan mengabdi kepada masyarakat, Maka mahasiswa juga terlebih dahulu harus berjuang bersama rakyat, khususnya kaum tani dalam mewujudkan reformasi agraria sejati dan industrialisasi nasional bersama kelas buruh.
Karena dengan perubahan fundamental dalam lapangan ekonomi, sektor pendidikan akan bisa terbebas dari belenggu liberalisasi, privatisasi dan komersialisasi yang memberatkan terhadap masyarakat umum.
Penulis adalah Mahasiswa Prodi Hukum Keluarga Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang
Ilustrasi: tribunnews.com