Covid-19 yang sudah menginjak pada usia 2 tahun penyebarannya, pada pertengahan 2021 ini semakin meraja lela penyebarannya. Terlebih pasca muncul varian baru, seperti Alpha, Beta, Delta dan lainnya. Data menurut Kemenkes bahwa tercatat situasi global disebutkan total kasus konfirmasi covid-19 global per tanggal 04 Maret 2021 adalah 114,864,286 kasus dengan 2,554,999 kematian (CFR 2,2%) di 222 Negara Terjangkit dan 187 Negara Transmisi lokal.
Pemerintah Indonesia tentu saja tidak tinggal diam merespons hal ini, pun juga lembaga nonpemerintah yang ada di Indonesia, mulai dari kebijakan percepatan vaksinasi, pembatasan sosial Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), anjuran Work From Home (WFH) sambil Pray From Home (PFH), juga dilakukannya penutupan tempat-tempat yang berpotensi mengumpulkan oran banyak, dari pasar, sekolah sampai dengan rumah ibadah. Tidak lain dan tidak bukan kesemuanya adalah diniatkan untuk memutus penyebaran virus covid-19.
Cukup ramai mengikuti perkembangan kebijakan tentang penutupan rumah ibadah saat meningkatnya penyebaran covid-19. Bahwa fatwa-fatwa dikeluarkan untuk mengendalikan gejolak kontro-versi tersebut. Namun tidak sedikit juga yang tidak mempedulikan anjuran tersebut.
Dalam ajaran Islam, keselamatan jiwa sangat dijunjung tinggi. Virus yang tidak terlihat oleh kasat mata bisa saja menular di mana pun, termasuk rumah ibadah. Terkadang penutupan rumah ibdah menjadi berat bagi seseorang yang barangkali belum memiliki wawasan dan maqasid syariah (tujuan dibuatnya aturan) adalah untuk keselamatan jiwa (hifz nafs) wa bil khusus di wilayah dengan zona Merah.
Singkat kata, jika kita hendak mempertanggungjawabkan urusan agama maka langsung saja merenung, berdoa, salat khusyuk kehadirat Allah Swt, di mana pun dan kapan pun selagi itu tidak dilarang oleh agama. Jika kita mau merenung, apakah salat khusyuk tidak bisa dilakukan di rumah?
Jika tidak bisa karena ada gangguan maka ada PR di dalam rumah Anda, apa gangguan tersebut, dan mengapa tidak terselesaikan. Saya kira ini menjadi tantangan menyusun kegiatan tersendiri saat melakukan aktivitas di rumah, baik dalam rangka fokus WFH, PFH, maupun Isoman. Pertanyaannya, apakah khusuknya tilawah quran, mengkaji agama, berdoa, dan salat jamaah tidak dapat dilakukan di rumah?
Saya kira bisa, hal ini justru perlu diatur dan disepakati oleh anggota keluarga, jika perlu dibuat jadwal. Slogan Kementrian agama tentang fokus WFH sambil PFH merupakan dobrakan yang sempurna menurut saya.
Mengapa demikian? Karena slogan tersebut memiliki makna tawazun (keseimbangan) dalam menyikapi hidup, yaitu tidak hanya berorientasi dunia –work/bekerja- namun juga akhirat –pray/berdoa-. Secara tidak langsung slogan tersebut mengingatkan kepada kita bahwa kegiatan peribadatan bisa dilakukan di rumah. Menyibukkan diri di rumah, tidak hanya persoalan pekerjaan tapi juga ibadah.
Jika saat peningkatan kasus covid ini Anda berpikir ‘Masjid adalah garda terakhir yang menentukan keimanan seseorang’, di mana Anda letakkan slogan ‘Baiti Jannati, rumahku adalah surgaku’? Jika Anda berpikir belajar harus dilakukan di sekolah dan menolak keras penutupan sekolah, dimana slogan ‘Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anak’?
Tentu jika ibu adalah sekolah yang berada di rumah, perlu adanya kepala sekolah yaitu ayah (suami dari istri yang ada dalam rumah). Keduanya harus bisa bekerja sama sehingga mampu menciptakan suasana edukatif dalam rumah.
Sekali lagi, ini adalah masa yang tidak normal. Kebiasaan positif yang baru dituntut untuk dilakukan, tentu tanpa mengurangi dari esensi suatu kegiatan, baik ibadah maupun pendidikan. Memang berat, tapi kita harus menjalani. Saya teringat slogan “Yang abadi adalah perubahan, barang siapa tidak bisa beradaptasi maka bisa hilang ditelan masa”.
Fokus PFH bisa menjadi solusi. Misalnya, dari bangun tidur kita jadwalkan salat tahajud bersama keluarga, mengkaji ayat setelahnya. Di pagi hari, kita berolahraga atau bersantai sambil minum teh bersama keluarga sembari update informasi. Agak menuju siang kita jadwalkan salat dhuha, kemudian rahat sejenak dan salat Zuhur. Dalam salat Zuhur kita juga meluangkan untuk melakukan salat ghaib bagi saudara, kerabat yang mendahului wafat, dan seterusnya.
Jika kita termasuk dalam golongan menengah ke atas maka kita bisa membuat list penerima donasi yang akan kita transfer. Dengan kemudahan teknologi, seseorang di rumah juga dapat berbagi alkes, obat-obatan, dan suplemen melalui marketplace online.
Nabi bersabda ‘alaikum bi sidqi, fa inna sidqa yahdi ilal birri, fa innal birra yahdi ilal jannah, wa ma yazalu rajulu yashduqu wa yataharra sidqa hatta yuktaba ‘indallahi siddiqan (jujurlah, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa kepada surga, dan seseorang hendaknya senantiasa jujur sehingga Allah catatkan ia sebagai seorang yang jujur).
Kenapa hadis kejujuran yang saya sampaikan? Karena saya mengajak untuk kita jujur terhadap diri kita sendiri. Bagaimanapun yang paling tahu akan keadaran kita adalah diri sendiri. Dengan jujur terhadap diri sendiri maka kita lebih fokus untuk bermuhasabah (mengevaluasi diri) dan meningkatkan kualitas diri daripada kita sibuk mengkritisi orang lain yang bisa jadi bukan ranah kita dan hanya akan membuang energi dan pikiran (tabzir). Semoga wabah ini lekas diangkat dan kita senantiasa dalam lindungan serta kasih Tuhan.
Editor: Yusuf