Pembahasan ‘Fir’aun’ tiba-tiba mendadak viral menjadi pembahasan di berbagai platform media sosial. Setelah sebelumnya masuk jajaran trending topic di Twitter, hal tersebut ternyata merujuk kepada potongan video ceramah Emha Ainun Nadjib (Cak Nun). Dalam potongan video tersebut, Cak Nun menganalogikan Jokowi sebagai Fir’aun, sementara Luhut Binsar sebagai Haman.
Kisah Fir’aun dan Haman sendiri sejatinya termaktub dalam kitab suci al-Qur’an sebagai bagian dari Qashash al-Qur’an (Kisah-Kisah dalam al-Qur’an). Qashash al-Qur’an merupakan pemberitaan al-Qur’an mengenai nabi-nabi, umat, pribadi hingga tokoh, serta peristiwa-peristiwa masa lampau. Termasuk pula di dalamnya kisah yang terjadi pada masa Nabi Muhammad Saw.
Secara umum, setidaknya terdapat tiga macam kisah dalam al-Qur’an. Pertama, kisah para Nabi dan Rasul. Al-Qur’an tidak menceritakan kisah secara merinci.
Adapun yang diceritakan hanya 25 orang sejak Nabi Adam As. hingga Nabi Muhammad Saw. Dalam penjabarannya, ada yang diceritakan secara panjang lebar, sementara lainnya sepintas saja.
Kedua, kisah mengenai umat dan tokoh (bukan Nabi). Pada macam ini, al-Qur’an menceritakan kisah mengenai Habil dan Qabil, putra Nabi Adam As. Al-Qur’an juga menceritakan kisah Qarun, Thalut dan Jalut, kisah Ashabul Kahfi, hingga kisah Maryam di bawah asuhan Nabi Zakariya As.
Adapun macam ketiga, kisah yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad Saw. Al-Qur’an menceritakan peristiwa sebelum kelahiran Nabi Muhammad Saw., terkait kisah Abrahah dan bala tentaranya yang hendak menghancurkan Ka’bah.
Di samping itu al-Qur’an juga menceritakan kisah Nabi Muhammad Saw. semasa kecil sebagai anak yatim dan belum mendapat bimbingan wahyu. Selain itu, terdapat pula kisah mengenai Isra’ Mi’raj, perang badar, perang uhud, dan sebagainya.
Kisah dalam Al-Qur’an, Terulang Pada Masa Mendatang?
Dengan demikian tidaklah harus mengikuti kaidah-kaidah kisah atau sejarah yang menuntut kelengkapan unsur-unsur seperti tokoh, tempat, hingga tahun peristiwa yang detail.
Buya Yunahar Ilyas dalam bukunya, Kuliah Ulumul Qur’an, menjelaskan bahwa al-Qur’an sejatinya bukan kitab sejarah atau kisah. Hal itu memiliki makna, meskipun al-Qur’an menceritakan kisah-kisah, sejatinya dalam rangka memberi petunjuk, pelajaran, serta bimbingan kepada manusia.
Sementara itu, menurut Buya, di antara tujuan kisah dalam al-Qur’an, pertama, menjelaskan asas-asas dakwah dan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para Nabi. Kedua, membenarkan para Nabi terdahulu, mengenang dan mengabadikan jejak peninggalan mereka.
Ketiga, memperlihatkan kebenaran dakwah Nabi Muhammad Saw. dengan berita-berita yang dibawanya mengenai umat terdahulu melintasi generasi dan zaman. Keempat, menjadi pelajaran (‘ibrah) bagi umat manusia dari bermacam peristiwa yang diceritakan dalam al-Qur’an.
Khususnya terkait pada poin keempat di atas, adalah Mutawalli Asy-Sya’rawi, seorang ulama Mesir kontemporer, yang memiliki pandangan menarik berkaitan dengan kisah al-Qur’an. Bagi Asy-Sya’rawi, berbicara kisah-kisah al-Qur’an, penyebutan nama-nama tokoh kerap disamarkan dengan penyebutan gelar, misal ketika menceritakan kisah Dzulqarnain dan Fir’aun.
Fir’aun sebagai tokoh apakah merupakan nama asli atau gelar, sejatinya menimbulkan polemik, namun berdasarkan penelusuran penulis pada situs Historia.id, Fir’aun merupakan nama gelar, bahkan tidak hanya laki-laki, ada di antaranya yang perempuan.
Kembali lagi, bagi Sya’rawi, sejatinya sebagian besar kisah dalam al-Qur’an merupakan perumpamaan yang dapat termanifestasi kepada setiap manusia.
Hal tersebut memberikan pemahaman, kisah tersebut tidak terbatas oleh ruang dan waktu, bisa jadi mewujud kepada kesamaan seseorang pada masa mendatang dari karakter dan perilaku bersangkutan.
Pandangan Asy-Sya’rawi ini kemudian diformulasikan menjadi kaidah penafsiran al-Qur’an, khususnya terkait kajian Qashash al-Qur’an. Bila al-Qur’an tidak menyebut secara eksplisit nama tokoh asli, maka peristiwa serupa memungkinkan terulang pada masa mendatang. Sebaliknya, jika secara eksplisit nama asli disebutkan, maka peristiwa tidak akan terulang pada masa mendatang.
Terkait kaidah di atas, penyebutan Fir’aun dalam al-Qur’an sebagaimana tokoh antagonis pada masa Nabi Musa As., bukanlah nama asli. Al-Qur’an pada saat yang sama tidak menyebut nama asli Fir’aun, terlebih tahun peristiwa hingga setting tempatnya.
Dalam arti lain, kisah Fir’aun dalam al-Qur’an secara tidak langsung tidak semata-mata hendak mengungkap siapa tokoh asli Fir’aun pada masa Nabi Musa As.
Namun sejatinya hendak memberi ‘ibrah kepada manusia, tegasnya pada masa mendatang, mengenai kemungkinan adanya ‘Fir’aun-Fir’aun’ lain dengan sifat dan karakter yang serupa.
Al-Qur’an Shalihun Likulli Zaman wa Makan
Istilah tersebut bermakna bahwa al-Qur’an senantiasa relevan menembus ruang dan waktu. Berkaca dari Fir’aun kaitannya dilihat dari sudut pandang Ulumul Qur’an, kisah yang disebutkan dalam al-Qur’an nyatanya membuktikan kesesuaiannya hingga zaman sekarang, bahkan hingga mendatang. Berdasarkan sejarah manusia, ada banyak pemimpin yang zalim dan penindas kemanusiaan sebagaimana Fir’aun.
Bagi Mutawalli Asy-Sya’rawi, jika kaidah di atas berlaku, pengkajian mendalam tentang siapa sosok Fir’aun dalam al-Qur’an tidak menjadi penting lagi. Sebab yang menjadi tujuan kisah dalam al-Qur’an adalah ‘ibrah atau pelajaran dari kisah tersebut. Berdasarkan kajiannya, al-Qur’an menggambarkan Fir’aun sebagai sosok yang mengaku Tuhan (QS. An-Nazi’at: 24); penindas kemanusiaan (QS. Al-Baqarah: 49, QS. al-A’raf: 141, dan QS. Ibrahim: 6). Hingga pada akhirnya Fir’aun dan bala tentaranya diazab oleh Allah Swt. dengan tenggelam di Sungai Nil.
Sosok-sosok ‘Fir’aun’ berdasarkan kaidah penafsiran Qashash al-Qur’an akan mungkin hadir pada masa mendatang. Hal ini terlepas dari polemik bagaimana Cak Nun memahami Fir’aun kepada tokoh tertentu pada masa kini.
Namun kisah Fir’aun sejatinya hendak memberi pelajaran bahwa siapa pun, kapan pun, dan di mana pun seseorang pemimpin yang bersikap zalim terhadap kemanusiaan, hal tersebut akan mengundang murka Allah Swt. sebagaimana terjadi pada Fir’aun. Wallahu A’lam Bishawab.
Editor: Izzul