Manusia sebagai makhluk sosial sudah sewajarnya memiliki interaksi sosial dengan sesama manusia lain. Sayangnya, nilai yang dipegang manusia satu dengan manusia lainnya terkadang berbeda. Namun, justru perbedaan ini sebenarnya merupakan sebuah sumber kebaikan tersendiri.
Mengapa demikian? Karena melalui perbedaan nilai inilah syariat amar makruf nahi mungkar itu tumbuh dan berkembang. Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 213, yang berbunyi,
كَانَ ٱلنَّاسُ أُمَّةً وَٰحِدَةً فَبَعَثَ ٱللَّهُ ٱلنَّبِيِّۦنَ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ وَأَنزَلَ مَعَهُمُ ٱلْكِتَٰبَ بِٱلْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ ٱلنَّاسِ فِيمَا ٱخْتَلَفُوا۟ فِيهِ
Artinya: “Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.”
Sebagai sebuah ajaran yang ada berkat perbedaan nilai dari manusia, tidak mengherankan apabila ajaran amar makruf nahi mungkar sering menimbulkan gesekan dalam kehidupan sosial kita. Pun gesekan-gesekan ini merupakan sebuah kewajaran dan keniscayaan sebagaimana kelanjutan ayat di atas,
وَمَا ٱخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا ٱلَّذِينَ أُوتُوهُ مِنۢ بَعْدِ مَا جَآءَتْهُمُ ٱلْبَيِّنَٰتُ بَغْيًۢا بَيْنَهُمْ ۖ فَهَدَى ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لِمَا ٱخْتَلَفُوا۟ فِيهِ مِنَ ٱلْحَقِّ بِإِذْنِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ يَهْدِى مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٰطٍ مُّسْتَقِيمٍ
Artinya: “Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.”
Gesekan-gesekan yang ada sebagai akibat dari perbedaan di antara manusia dalam kehidupan kita biasa dikenal dengan istilah “konflik”. Lalu, yang menjadi pertanyaan kita sekarang adalah apabila konflik merupakan kewajaran, maka apakah konflik itu baik?
Perbedaan Konflik dan Kekerasan
Konflik sendiri tidaklah selalu bermakna negatif sehingga harus dijauhi, melainkan konflik merupakan sebuah aktivitas positif dengan catatan apabila dapat dikelola dengan baik. Menurut Simon Fisher, konflik dan kekerasan merupakan dua hal yang berbeda.
Konflik adalah sebuah kenyataan hidup yang berasal dari hubungan antara dua atau lebih pihak yang tidak memiliki sasaran yang sejalan. Sedangkan, kekerasan adalah berbagai tindakan, perkataan, sikap, dan struktur atau sistem yang menyebabkan kerusakan dalam berbagai bentuk.
Berani Berdakwah Berarti Berani Berkonflik
Sebagai seorang muslim yang memiliki kewajiban untuk berdakwah amar makruf nahi mungkar, maka kita harus siap menanggung segala konsekuensi dan risiko dari kewajiban ini termasuk pergesekan dengan pihak lain. Dengan kata lain, kita harus siap untuk berkonflik.
Oleh karena itu, untuk dapat berkonflik dengan baik dan menghasilkan hasil sesuai keinginan serta tanpa dibarengi dengan kekerasan, maka perlu kita mempelajari manajemen konflik. Manajemen konflik diperlukan tidak hanya supaya kita dapat berkonflik dengan baik, namun juga untuk dapat menjadi penyelesai konflik atau juru damai.
Salah satu buku yang dapat dibaca untuk memahami lebih dalam mengenai manajemen konflik adalah buku karya Simon Fisher yang berjudul “Working with Conflict: Skills & Strategies for Action”. Buku ini sendiri sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Mengelola Konflik: Keterampilan & Strategi untuk Bertindak”.
Mengelola Konflik dalam Dakwah
Terdapat banyak pembahasan mengenai manajemen konflik dalam buku ini. Salah dua yang menarik ialah empat tipe konflik dan lima jenis respons terhadap sebuah konflik. Kedua pembahasan tersebut merupakan permulaan dasar yang cukup penting untuk kita memahami manajemen konflik ala Fisher.
Pembahasan pertama ialah mengenai empat tipe konflik. Keempat tipe konflik tersebut adalah:
Pertama, Tanpa Konflik. Tipe ini sekilas terkesan baik, akan tetapi suatu komunitas yang menginginkan kedamaian harus siap untuk hidup secara dinamis, termasuk memanfaatkan dan mengelola konflik secara kreatif.
Kedua, Konflik Laten. Konflik tipe ini bersifat tersembunyi yang karenanya perlu diangkat ke permukaan dengan sehingga dapat ditangani secara konflik.
Ketiga, Konflik Terbuka. Tipe konflik ini memiliki akar masalah yang dalam sehingga memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebabnya dan berbagai efek yang ditimbulkannya.
Keempat, Konflik di Permukaan. Konflik ini memiliki akar yang dangkal atau bahkan tidak berakar. Biasanya timbul hanya karena kesalahpahaman dan dapat diatasi dengan meningkatkan komunikasi.
Lima Respons Terhadap Konflik
Selanjutnya, dengan mengenali empat tipe konflik di atas, kita dapat memilih respons yang tepat terhadap berbagai bentuk konflik di atas melalui pengenalan lima jenis respons terhadap konflik. Kelima jenis respons tersebut yaitu:
Pertama, Pencegahan. Respons ini bertujuan untuk mencegah timbulnya kekerasan dalam konflik yang berpotensi muncul pada sebuah konflik laten.
Kedua, Penyelesaian. Respons ini bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui suatu perjanjian perdamaian. Biasanya terdapat pada konflik di permukaan dan konflik terbuka.
Ketiga, Pengelolaan. Respons ini bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dalam konflik dengan mendorong para aktor kepada perubahan perilaku positif. Biasanya terdapat pada konflik laten dan konflik di permukaan.
Keempat, Resolusi. Respons ini merupakan usaha menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan yang baru dan berkelanjutan dari para aktor yang sebelumnya bermusuhan. Biasanya terdapat pada konflik terbuka.
Kelima, Transformasi. Respons ini berusaha mengatasi sumber konflik yang lebih luas dan mengubah kekuatan negatif menjadi kekuatan positif. Respons ini dapat ditemui pada berbagai bentuk konflik.
Dengan mengenali empat tipe konflik dan lima respons konflik, kita dapat menyikapi konflik yang barangkali akan kita temui ketika kita berdakwah dengan tepat sehingga tujuan dari aktivitas dakwah kita dapat tercapai dengan baik.
Sebagaimana yang telah dijelaskan di awal tadi, aktivitas dakwah amar makruf nahi mungkar berpotensi menimbulkan konflik antar sesama manusia. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan nilai yang dianut oleh manusia yang oleh Islam dikategorikan menjadi dua, yakni al-haq dan al-bathil.
Meskipun demikian, konflik yang mungkin timbul tersebut bukanlah suatu hal negatif yang karenanya membuat kita perlu menghilangkan aktivitas dakwah. Melainkan konflik yang ada justru mengharuskan kita untuk dapat kreatif mengelola dan memanfaatkan konflik. Karenanya penting bagi kita untuk mempelajari manajemen konflik sehingga kita dapat sukses dalam berdakwah.
Editor: Rahmat