Kalimahsawa.id – Persoalan lingkungan hidup sudah lama disadari oleh umat manusia. Menurut Din Syamsuddin, karena adanya kerusakan demi kerusakan yang terjadi, maka isu lingkungan hidup berkembang di seluruh dunia dan menjadi isu global. Ia menyebut ada momok peradaban berupa climate change. Maka, di tingkat global berkembang organisasi-organisasi yang memberikan perhatian terhadap isu lingkungan.
baca juga: Pohon, Ekologi Kehidupan
“Kalangan agama sejak awal sudah memberikan perhatian terhaap isu ini, dan muncul berbagai deklarasi dari kalangan umat beragama untuk penanggulangan krisis ekologi. Tak terkecuali dari kalangan Islam”, ujarnya.
Hal ini ia sampaikan dalam kegiatan Ngaji Lingkungan tentang “Prakarsa Lintas Agama dalam Perlindungan Lingkungan Hidup”. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Ecomasjid bersama Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI dan Dewan Masjid Indonesia ini digelar pada Jumat (12/6) secara daring.
Ia menyebut pada tahun 2015 diadakan pertemuan puncak tokoh-tokoh agama dari seluruh penjuru dunia di New York. Pertemuan ini diselenggarakan oleh lembaga dibawah PBB. Pertemuan ini kemudian melahirkan keputusan-keputusan yang perlu dilakukan oleh agama-agama.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini menceritakan bahwa setelah pertemuan itu, dilanjutkan dengan pertemuan yang diselenggaraan di Vatikan. Pertemuan ini melibatkan tokoh agama, dan melahirkan deklarasi tentang pentingnya agama-agama berperan dalam rangka pengembangan lingkungan.
Lingkungan Hidup Perspektif Islam
Menurut Din, Islam melihat krisis ekologi sejatinya adalah krisis moral. Karena immoralitas manusia menyebabkan kerusakan lingkungan. Ia mengutip ayat Alquran dalam surat Ar-Rum ayat 3- yang berbunyi: “dzoharo al-fasadu fi al-barri wa al-bahri bima kasabat aidi an-nas” (telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan manusia).
“Pandemi yang terjadi dan melanda dunia juga tidak terlepas dari kerusakan ekologis itu. Maka, Islam mengajukan solusi dan ajaran-ajaran yang sangat banyak tentang hal ini”, jelasnya.
Menurutnya, Islam sejatinya adalah religion of nature (agama lingkungan hidup). Hal tersebut dilandasi dengan adanya sekitar 750 ayat Alquran yang berbicara tentang alam semesta, penciptaannya, dan pemeliharaannya, termasuk dikaitkan dengan tanggungjawab manusia.
Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini mengatakan Alquran tegas sekali ketika berbicara tentang keseimbangan alam semesta. Bahwa alam semesta memiliki dimensi ruhani atau dimensi ilahi. Hanya saja manusia jarang melihat alam sebagai makhluk yang berjiwa.
Melestarikan dan Memuliakan Alam
“Konsep pelestarian masih memiliki konotasi manusia sebagai subjek dan alam sebagai objek pelestarian. Tapi ketika kita tarik pada pemuliaan, maka baik manusia atau alam adalah sama-sama sebagai subjek. Maka harus saling menghargai dan menghormati. Ketika seorang manusia berada di tengah hutan, ia harus memuliaakan pohon-pohon, dengan suatu sikap penghargaan”, tegasnya.
Ia menyebut Islam menggunakan istilah tentang nature dengan at-thobi’ah. At-thobi’ah itu subjek, bukan objek. Di sinilah lahir konsep pemuliaan terhadap alam. Krisis ekologi sebagai krisis moral berpangkal pada keyakinan bahwa alam semesta adalah objek. Karena ketika alam sebagai objek, berarti bisa dieksploitasi sesuka hati.
Menurut Din, Islam memandang alam memiliki dimensi kesucian. Oleh karena itu, lingkungan hidup tidak bisa semata-mata dipahami sebagai lingkungan hidup yang didiami oleh manusia, melainkan lingkungan yang terdapat makhluk Allah yang lain seperti hewan dan tumbuhan. Sehingga, menurutnya harus ada etika untuk menegakkan keseimbangan dengan saling memuliakan dan saling menghargai. Sehingga moral tidak menyebabkan krisis ekologi.
baca juga: Rusaknya Alam dan Bencana Ekologi
“Ketika manusia akan memakan hewan, manusia harus menyembelihnya dengan beradab, dengan menyebut nama Allah. Dan hewan itu akan menyediakan diri dengan baik pula untuk menjadi makanan bagi manusia. Termasuk ketika memetik buah-buahan”, tutupnya.
reporter: Yusuf R Y