Pada hari Rabu (13/5), Angkatan Muda Muhammad (AMM) Malang mengadakan kegiatan Ngaji Bareng secara daring. Kajian ini mengambil tema “Salafisme dalam Pandangan Muhammadiyah”. Pemateri dalam kajian ini adalah KH Saad Ibrahim, Ketua Umum PW Muhammadiyah Jawa Timur.
Dalam kajian itu, Saad menyampaikan bahwa kata “salafi” itu dari salaf. Ada ungkapan salafan wa khalafan, yang artinya “dahulu dan kemudian”. “Salaf” artinya generasi yang datang lebih dulu. Kemudian disusul oleh generasi berikutnya yang disebut dengan “khalaf”.
Pengertian Salafi
Menurut Saad, salaf kemudian diberikan ya nisbah menjadi salafiyyun atau as-salafiyyu. Kemudian salafisme dimaknai sebagai paham yang meyakini bahwa model keberagamaan paling ideal ialah mengikuti paham dan praktik keagamaan generasi awal. Generasi awal yang dimaksudkan merujuk pada hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari & Muslim. Hadits tersebut berbunyi “khoirul quruuni qornii tsumma alladziina yaluunahum tsumma alladziina yaluunahum”. (Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian yang mengikutinya, kemudian yang mengikuti lagi).
baca juga: Agar Pancasila tidak Pancasalah
Qornun dipakai untuk merujuk waktu dari sepuluh tahun sampai seratus tahun. Ada kalimat qornu ats-tsaniyu al-hijriyu yang artinya adalah abad kedua hijriah. Makna qornun pada kalimat itu merujuk pada 100 tahun. Maka, arti hadits tersebut adalah “sebaik-baik masa ialah masaku”, ketika nabi Muhammad hidup bersama dengan sahabat, “kemudian pada masa atau generasi yang berikutnya. Kemudian generasi berikutnya lagi”.
Saad mengatakan bahwa jika kita telusuri dalam syarh hadits baik Fathul Bari Ibnu Hajar al-Asqalani maupun syarh Muslim oleh an-Nawawi, yang dimaksud dengan qorni ialah masa nabi & sahabat. Kemudian tsumma alladziina yaluunahum adalah masa tabiin, dan tsumma alladziina yaluunahum yang kedua adalah tabiut tabiin. Inilah yang disebut sebagai generasi yang paling baik. Hadits ini biasanya disampaikan sampai pada kalimat itu saja.
“Kalau dilanjutkan, setelah itu Nabi berkata “setelah itu ada generasi berikutnya yang tsabaqot syahadatuhu yamiinahu, wa yamiinuhu syahadatuhu”. Sesudah 3 generasi tadi akan ada generasi berikutnya yang dalam bahasa kita ialah generasi yang kepercayaan itu sangat sulit didapatkan. Kalau kita hubungkan, itu lebih terkait dalam konteks pelanggaran terhadap sumpah. Kepercayaan sudah sulit di tegakkan, sulit didapatkan”, terangnya.
Dalam konteks ini, menurut Saad, orang-orang yang ada disitu adalah orang-orang terpercaya. Tentu yang dimaksud dalam hadits itu adalah ungkapan secara umum, bahwa secara umum generasi Nabi adalah generasi yang terbaik, diikuti oleh tabiin, dan seterusnya. Karena pada masa itu juga ada orang yang jahat, munafik, dan lain-lain. Abdullah bin Salul misalnya adalah tokoh munafik pada masa Nabi.
Nabi juga pernah mengatakan “sangat beruntung orang-orang yang percaya padaku, tapi tidak pernah melihatku” Maknanya bahwa pada generasi berikutnya, walaupun tidak secara umum, boleh jadi ada orang-orang yang setara dengan generasi nabi, tabiin, dan tabiut tabiin.
Muhammadiyah bukan Salafi
Salafisme yang muncul akhir-akhir ini, merujuk pada generasi awal Islam sepenuhnya, walaupun mesti juga tidak bisa merujuk sepenuhnya. Muhammadiyah, dalam kata Al-Muhammadiyu, juga sebuah paham yang merujuk pada Nabi sendiri. Sementara Nabi Muhammad itu tadi dikatakan bahwa qorn yang terbaik adalah qorni. “Kalau salafi merujuk pada 3 generasi awal, Muhammadiyah justru hanya merujuk pada Nabi. Jadi Muhammadiyah lebih salafi daripada gerakan salafi”, canda Saad.
Ketua PWM Jawa Timur ini memberi contoh qiyam Ramadhan sebanyak 11 rakaat dilakukan oleh Nabi. Lalu ada yang menyebut pada masa Umar bahwa salat qiyam Ramadhan sejumlah 23 rakaat. Kalau ini benar terjadi pada masa Umar, dan itu adalah salah satu model keberagamaan, maka ini masuk pada paham agama salaf. Sehingga mengikuti itu berarti menjadi salafi. Sehingga 11 maupun 23 semuanya adalah paham salafi.
Menurut Saad, Muhammadiyah mengambil yang 11 rakaat. Jadi Muhammadiyah lebih salafi dalam konteks ini. Maka tidak keliru kalau orang menyebut bahwa Muhammadiyah itu salafi. Sejatinya seluruh umat Islam itu salafi, setidaknya dalam merujuk pada generasi awal Islam itu tadi. Sama dengan misalnya semua orang Islam adalah Muhammadiyah, karena mengikuti Nabi Muhammad, dalam konteks bahasa, bukan dalam konteks organisasi. Jadi semua umat islam itu salafi, dan semua umat islam itu Muhammadiyah.
Salafi sebagai gerakan yang khusus, yang banyak merujuk pada tokoh-tokoh seperti Utsaimin, Bin Baz, dan lain-lain adalah salafi dalam arti organisasi walaupun mereka tidak mau berorganisasi. Karena organisasi tidak dikenal oleh generasi awal menurut mereka. Gerakan salafi ini sangat anti pada bidah, khurafat, dan takhayul. Bahkan jauh lebih vokal dibandingkan dengan Persis & Muhammadiyah.
Polemik Ru’yatul Hilal
Saad mengatakan bahwa Muhammadiyah berbeda dengan salafi karena Muhammadiyah mengikuti generasi Islam awal tidak secara membabi buta. Misalnya, pada masa Nabi, ayat 185 Al-Baqarah, yang berbunyi “faman syahida minkum asy-syahro fal yasum” (Barangsiapa yang melihat bulan maka hendaklah ia berpuasa). Ayat ini berbicara tentang penentuan awal bulan, yaitu dengan syahadatul hilal. Rinciannya pada masa Nabi adalah ru’yatul hilal bila ‘aini fi’lan (melihat hilal dengan mata secara langsung). Kalau tidak bisa atau tidak terlihat, adakalanya matanya yang sakit sehingga sesuatu itu ada tapi tidak terlihat; atau matanya sehat tapi pandangannya tidak tertuju pada objek sehingga tidak tampak; atau matanya sehat, tetapi memang hilal tidak wujud, maka dilakukan istikmalul ‘iddah (penggenapan bilangan) menjadi tsalatsiina yauman (tiga puluh hari).
Sehingga pada tanggal 29 Sya’ban, orang menggunakan matanya secara langsung, kemudian tidak terlihat hilal, itu berarti besok tanggal 30 Sya’ban. Kemudian, orang salafi mencukupkan dengan hal itu karna itulah praktek yang terjadi pada masa generasi awal Islam. Belakangan ada nau‘ baru yang ghoiru mansus, yaitu melihat hilal dengan teropong. Kalau pada masa awal, teropong belum ditemukan. Kalau menggunakan teropong berarti ghoiru mansus, tidak lagi salafi. Jalannya menggunakan qiyas atau analogi. Melihat dengan mata saja boleh, apalagi dengan teropong, lebih boleh lagi.
Implikasinya, menurut Saad, bisa berbeda, ru’yatul hilal yang tidak tampak menggunakan mata, namun tampak menggunakan teropong, berarti besok sudah tanggal 1 Ramadhan. Muhammadiyah tidak menggunakan ru’yatul hilal bil aini fi’lan. Menurut Yusuf Qardhawi, Astronomi modern ini kalaupun kemudian salah, salahnya hanya 1/100 detik. Jadi 99% tepat. Maka inilah paham Muhammadiyah. Di satu sisi sangat salafi, di sisi lain sangat modern.
Saad mengatakan:
Sebenernya kalau orang konsisten dengan ru’yatul hilal, pasti tidak bisa membuat almanak. Kalau bisa hanya tanggal 1-29 saja. Dalam konteks ini kehidupan kita tidak bisa menggunakan cara seperti itu.
Maka mekanisme manhaj Muhammadiyah menggunakan al-maslahah al-mursalah. Syahadatul hilal (menyaksikan hilal) bisa juga menggunakan teropong sekaligus ilmu hisab dan ilmu astronomi. Disinilah Muhammadiyah sangat berbeda dengan salafi. Nabi memerintahkan salat menghadap kiblat, itu tidak menggunakan ilmu hisab. Kiai Dahlan menjadi pelopor untuk meluruskan banyak musala dan masjid menggunakan ilmu hisab. Karna itu 99% tepat. Dan ini tidak masuk wilayah ibadah mahdhah. Penentuan arah kiblat masuk wilayah yang dalam hadits disebut antum a’lamu bi umuri dunyakum (kalian lebih tau urusan dunia kalian). Ini yang membuat Muhammadiyah sangat fundamentalis sekaligus sangat liberalis, namun bukan penganut paham fundamentalisme atau liberalisme.
baca juga: Berebut Makna Tekstual & Kontekstual
Andai Nabi Naik Pesawat
Ada tokoh nasional pernah menyampaikan “menentukan awal bulan qomariyah dengan ru’yatul hilal bil aini fi’lan itu benar. Menentukan awal bulan qomariyah dengan ilmu hisab juga benar. Dari dua kebenaran itu yang mendapat legitimasi nash adalah yang ru’yatul hilal“. Menurut Saad, kalimat itu sama dengan mengatakan bahwa orang pergi haji dengan naik unta dan dengan pesawat juga benar. Dari dua kebenaran itu yang mendapatkan legitimasi nash adalah yang pertama, sebab Nabi naik haji dengan unta. “Ya iyalah. Karena ilmu hisab dan pesawat belum ada. Kalau jaman Nabi sudah ada pesawat, nabi pasti akan naik pesawat dari Madinah ke Makkah!”, canda Saad.
Reporter: Yusuf R Yanuri