Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial (PSBPS) bekerjasama dengan Lembaga Bahasa dan Ilmu Pengetahuan Umum (LBIPU) Universitas Muhammadiyah Surakarta. Menyelenggarakan diskusi kelompok terpumpun atau Focus Group Discussion (FGD) dan advokasi kebijakan program secara daring pada hari Kamis, tanggal 14 Juli 2022.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program yang tengah di jalankan berjudul Standarisasi Kompetensi Dosen Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Sebelum kegiatan FGD, di awali dengan orientasi dari Direktur Eksekutif PSBPS UMS, Dra. Yayah Khisbiyah, M.A. Dalam orientasinya, Yayah mengatakan bahwa program ini merupakan lanjutan yang sebelumnya telah dilakukan.
Tahun pertama, program berfokus pada Penelitian tentang Dinamika Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, Revitalisasi Modul Pendidikan Pancasila, Pelatihan, dan Advokasi Kebijakan Pelembagaan Pendidikan Pancasila. Sedang pada tahun kedua ini program berlanjut dengan fokus utama pada Pengembangan Standar Kompetensi Pengajar Pendidikan Pancasila dan Pelatihan Bersertifikat untuk Pengajar mata kuliah Pancasila di Perguruan Tinggi dari 4 Kota/Kabupaten di Pulau Jawa.
Setelah orientasi program, Dr. H. Sudarnoto Abdul Hakim, M.A. selaku Wakil Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah memberikan arahan dan sambutan. Sebagai perwakilan lembaga sangat mengapresiasi dan menyambut baik akan adanya program ini karena secara umum segala kegiatan yang bermuara pada peningkatan capacity building SDM agar berkualitas unggul, khususnya untuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah perlu di dukung.
Penutup, Sudarnoto menyampaikan bahwa agar 11 universitas mitra yang telah di undang dalam kegiatan untuk mendukung dan kooperatif dalam pengimplementasian program yang di inisiasi oleh PSBPS yang bekerjasama dengan LBIPU ini dengan ikut mereplikasi modul yang telah di susun di kampusnya masing-masing, mendelegasikan dosen pengampu mata kuliah pancasila dalam pelatihan yang nantinya akan di adakan, serta bersama-sama mengembangkan standar kompetensi pengajar Pancasila.
Sebagai pidato kunci, Prof. Dr. M. Amin Abdullah, M.A. selaku Badan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Republik Indonesia (BPIP) menyampaikan tentang urgensi Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Terdapat 4 (empat) point utama yang menjadi fokus pembahasan Amin Abdullah.
Pertama, Pertanyaan Modernitas: Ideologi Berbangsa-Bernegara. Kedua, Disrupsi Perubahan Sosial-Politik Dan Sosial-Media. Ketiga, Pancasila: Terancamnya Kesalehan Keagamaan Dan Kesalehan Kewargaan. Dan Keempat, Saintifikasi Pancasila: Tantangan Dosen Di Perguruan Tinggi Sains, Agama Dan Humanities.
Pada bahasan pertama, Amin Abdullah mengingatkan kembali kepada para peserta FGD dan Advokasi Kebijakan Program bahwa Kebhinekaan Tunggal Eka Indonesia yang merupakan hasil dari rajutan tenun yang terdiri dari susunan pulau-pulau kurang lebih berjumlah 17.000, luas wilayah maritim sekitar 5,8 juta km, 75% adalah wilayah lautan, 300 suku (tribes) dengan 300 bahasa daerah languages (sekitar 580 dialek), dan berbagai agama dan aliran/penghayat kepercayaan.
Sebagai pertanyaan modernitas tentang ideologi bangsa /sikap hidup berbangsa dan bernegara, Amin mengelompokkan dalam 3 (tiga): Pertama, Eksklusivisme: sikap ini tidak toleran (intolerance) terhadap orang/kelompok/organisasi yang memiliki pendapat yang berbeda dari yang di milikinya. Kedua, Inklusivisme, sikap ini menerima dan toleran terhadap perbedaan, namun, masih kurang kuat untuk hidup dalam masyarakat majemuk yang sederajat (egalitarian society).
Masih ada rasa bahwa diri dan kelompoknya sajalah yang lebih “superior” daripada yang lain. Dan yang ketiga, Pluralisme, konsep modern ini menekankan persamaan di depan hukum (equality before the law) dan persamaan gender (equality of genders) dan sebagainya. Tanpa memandang suku, ras, agama, kelas, kelamin, umur dan lain-lain, dan bukan menyamakan semua agama.
Pada pembahasan Perubahan Sosial-Politik dan Sosial-Media yang Disruptif berkutat pada era reformasi dan akses internet, transnasionalisme: moral monism (kebenaran moral tunggal) dan truth claim (klaim kebenaran) yang berbaju populisme, serta gerakan transnasional di indonesia. Selanjutnya Amin mengulas tentang Pancasila sebagai working ideology yang mana pembahasannya mengulas mengenai: Konvergensi keimanan agama dan kemaslahatan berbangsa-bernegara (shared values), Demokrasi, pluralitas dan inklusivitas sebagai bagian teori maslahah (public good) modern, dan Kohesivitas sosial (fitrah majbulah) merupakan sebagai modal kultural dan modal sosial bangsa Indonesia.
Terakhir, Amin dalam pidato kuncinya menerangkan tentang Prinsip kesetaraan warga negara di depan hukum (Citizenship). Menurut Amin, tidak ada religious supremacy (al-Tafawwuqiyah) di depan negara dalam masyarakat majemuk dan Pancasila adalah sebagai a common platform (kalimatun sawa’) bagi agama-agama di Indonesia.
Tidak lupa sebagai penutup Amin berpesan kepada para pengajar Pancasila dalam forum ini untuk tidak hanya: (1) mengembangkan nilai-nilai religious nationalism kepada para generasi milenial, namun juga pada nilai-nilai a Faithful Patriotism. (2) Menyatunya Aspek Kognitif, Afektif, Psikomotorik. (3) Membentuk sikap hati, konsentrasi, menggerakkan, dan transform of life.
Setelah acara sambutan dan pidato kunci terlaksana, kegiatan selanjutnya adalah Diskusi Kelompok Terpumpun. Tujuan utama diskusi ini untuk menggali informasi mengenai: bagaimana pengelolaan Mata Kuliah Umum (MKU) Pancasila di Perguruan Tinggi, kebijakan penunjukan dosen pengampu mata kuliah Pancasila, dan dinamika pelaksanaan perkuliahaan mata kuliah.
FGD ini di hadiri oleh dosen atau pengelola Mata Kuliah Umum (MKU) Pancasila dari: ITS PKU Muhammadiyah Surakarta, Unisri Surakarta, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Aisyiyah Surakarta, Universitas Aisyiyah Yogyakarta, Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, Universitas Islam Batik Surakarta, Universitas Muhammadiyah Cirebon, Universitas Muhammadiyah Prof Dr HAMKA Jakarta, Universitas Slamet Riyadi, dan Univet Bantara Sukoharjo.