Sudah 28 orang dokter gugur dan kita tetap berkata: ‘Jangan panik. Masih ngopi dan terus berselisih’. Dalam kitab فوائد المختار disebutkan bahwa yang termasuk sunah adalah: ‘seseorang yang memberikan sesuap nasi pada orang yang lapar lebih baik dari pada memakmurkan 70 masjid jami’.
Baca juga: Kebangkitan Aksi Mahasiswa, Belajar dari Gejayan Memanggil
Sunahnya ketemu orang lapar itu memberi makan, bukan diajari salat dan tak perlu sibuk berdalil bahwa salat lebih besar pahalanya daripada makan. Obat lapar itu makan. Obat bodoh itu bertanya. Mandi besar karena mimpi basah atau sebab lain itu wajib. Tapi berfatwa tetap mandi junub kepada yang demam karena terluka yang berakibat kematian itu bodoh.
Penting berpikir proposional agar sunah tak salah kamar. Apa yang dianjurkan Nabi saw di saat wabah? Bukan rapatkan atau luruskan shaf. Tapi Nabi anjurkan “berpencarlah!”
Apa perintah Nabi saw di saat pandemi menular? Bukan tawakal karena hidup mati sudah ditetapkan. Tapi Nabi perintahkan “jangan kau campur yang sakit dengan yang sehat!”
Apa strategi Nabi saw untuk memotong siklus pandemi? Bukan penuhi masdjidmu atau majelismu dengan doa-doa, tapi Nabi anjurkan “jangan masuk di tempat yang sudah terpapar wabah dan jangan pergi darinya bila kau ada di dalamnya!”
Sunah Pada Tempatnya
‘Empan Papan’ demikian orang Jawa bilang. topi dan peci itu baiknya di taruh di kepala, bukan di kaki. Meski sepatu dari kulit buaya dibandrol harga puluhan juta tetap saja di kaki dan tak pantas di taruh di kepala.
Jadi apa ada yang salah dengan sunah Nabi, untuk mengganti salat Jumat dengan jamaah salat dhuhur di rumah di saat terjadi wabah ?
Baca juga: Ki Bagus: Kecewa, Namun Tetap Setia
Apa ada yang salah, meringkas salat menjadi dua-dua di saat safar atau salat di rumah di saat hujan lebat, atau membayar fidyah karena udzur berpuasa, itulah kebaikan. Itulah kebajikan yang ada dalam syariat agama tanpa harus saling menafikan.
Nabi Ibrahim as, setelah selesai membangun Ka’bah , beliau salat dalam setiap 1/4 dari luas ka’bah yang empat persegi 1000 rakaat, maka Allah memberinya wahyu: “Hai Ibrahim, bagusnya apa yang telah engkau lakukan, tapi sesuap (makanan) yang engkau infakkan kepada perut yang lapar, itu lebih baik daripada ini semua”.
Pesan Abdullah bin Mubarok, terhadap seseorang yang lama menderita karena sakit: “Pergilah ke tempat di mana orang membutuhkan air. Usahakanlah adanya sumur di sana, supaya orang merasakan manfaatnya dari air sumur itu. Berobatlah dengan air itu”. Ternyata pria itu bisa sembuh, dengan berkah memberdayakan umat yang membutuhkan.
Dalam kitab فوائد المختار seseorang yang memberikan sesuap nasi pada orang yang lapar lebih baik dari pada memakmurkan 70 masjid jami’. Habib Umar bin Hafidz berkata bahwa kadangkala Allah akan menghitung pahala sebutir kurma seperti satu gunung uhud.
Memberi makan meski sesuap pada perut yang lapar, hakikatnya menyelamatkan kehidupan. Hal itu lebih utama dibanding salat sunah ribuan rakaat. Itulah pesan yang ingin disampaikan. Agar tidak egois menumpuk pahala tapi abai pada sekitar.
Nabi sebagai Panutan Segala Hal
Nabi itu panutan. Semua yang beliau lakukan bersumber dari wahyu, dari cara cuci tangan hingga mandi besar. Dari cara masuk toilet hingga cara tidur. Baik di saat muqim di rumah atau saat safar. Atau saat terkena wabah hingga hidup normal. Semua ada dan dicontohkan sebagai sunah yang mendapat pahala kebaikan.
Mengamalkan sunah sesuai kebutuhan itu yang utama: memberi makan kepada yang lapar. Memberi minum kepada yang kehausan. Memberi pakaian kepada yang telanjang. Berpencar di saat wabah. Tidak pergi dari tempat wabah dan tidak masuk ke tempat wabah itu juga sunah. Itulah keutamaan sunah. Bukan memberi pakaian pada yang lapar atau memberi minum pada yang telanjang—atau malah berkerumun di saat wabah.
أن لقمة في بطن جائع أفضل من عمارة سبعين جامع