Akhir-akhir ini pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) sering mengingatkan akan adanya krisis pada tahun yang akan datang. Tidak hanya Presiden Jokowi, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan serta Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa perekonomian tahun depan akan semakin gelap.
Pernyataan tersebut bukan tanpa dasar, survey terbaru dari Reuters menyebutkan bahwa Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed semakin agresif dalam menaikkan suku bunganya. Survei Reuters menyebutkan bahwa pada bulan Desember The Fed akan menaikkan suku bunganya hingga sebesar 4,5%.
Di lansir dari cnbcindonesia.com, Luhut Binsar Panjaitan menyatakan bahwa saat ini Indonesia sedang menghadapi tantangan akibat efek dari tensi geopilitik yang masih memanas dan belum dapat di prediksi berakhirnya. Himbuan untuk melakukan mitigasi risiko terus dilakukan supaya terhindar dari resesi.
Selanjutnya, Sri Mulyani menjelaskan bahwa ada tiga ancaman global yang harus diperhitungkan. Pertama adalah pandemic covid-19. Walaupun secara perlahan dampak pandemic mulai dapat d iatasi, namun tidak dapat di pungkiri bahwa pandemic belum sepenuhnya berakhir.
Banyak negara yang dihadapkan dengan adanya kasus dan varian baru yang muncul. Kedua adalah dampak perubahan iklim. Masalah perubahan iklim merupakan masalah saat ini, bukan masalah di masa depan. Banyak akibat yang ditimbulkan oleh perubahan iklim seperti hujan ekstrem yang mengakibatkan banjir besar di Saudi Arabia.
Ketiga adalah masih berlangsungnya perang Rusia dan Ukraina. Tensi yang tinggi masih di perlihatkan dan negara penguasa ekonomi di dunia seperti Amerika Serikat, China dan negara-negara di Eropa mulai terdampak.
Krisis Ramadah
Keadaan krisis pernah terjadi pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab RA, krisis pada masa itu di sebut dengan istilah krisis ramadah. Krisis Ramadah merupakan bencana kelaparan berat yang di sebabkan oleh kemarau panjang dan paceklik.
Pada tahun tersebut manusia tertimpa bencana berat, daerah-daerah mengalami kekeringan, manusia mengalami kelaparan dan binatang mati bergelimpangan.
Ibnu Khaldun menyatakan bahwa krisis ramadah terjadi pada tahun 18 H yang mana manusia tertimpa paceklik berat dan kekeringan yang berakibat kelaparan yang belum pernah terjadi serta wabah datang kepada semua manusia.
Masa krisis ini di sebut ramadah karena kondisi bumi menghitam akibat sedikitnya hujan yang turun sehingga tanah berwarna seperti ramad (abu-abu).
Krisis ramadah menimpa hampir seluruh wilayah Hijaz, selain itu krisis juga meluas ke wilayah luar jazirah arab seperti Najd, Tihaman dan Yaman. Krisis Ramadah berlangsung selama 9 bulan.
Selama krisis, terdapat dampak yang dahsyat seperti terjadi kelangkaan air akibat tidak adanya hujan yang turun. Kelangkaan air juga berakibat pada matinya banyak hewan karena kekurangan asupan air dan makanan.
Selain itu krisis juga berdampak pada perdagangan yang mana Hijaz yang merupakan daerah pusat yang terkenal dengan negeri yang sering mengimpor barang kebutuhan. Seperti kebutuhan makanan dan pakaian ke negeri Syam.
Macetnya alur perdagangan dari Hijaz ke Syam mengakibatkan kelangkaan barang. Maka kenaikan harga tidak dapat terhindarkan dan penimbunan barang oleh masyarakat merajalela.
Solusi dan Keteladanan Umar bin Khattab
Krisis Ramadah terjadi pada era Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Melihat dampak krisis yang begitu besar Umar sampai berdoa, “Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kebinasaan umat Muhammad pada tanganku dan di dalam kepemimpinanku”.
Pada saat terjadi krisis, Umar memperlihatkan bagaimana seharusnya pemimpin dan pejabat negara harus bersikap dan bertanggung jawab.
Umar mengharamkan pribadinya untuk makan yang porsi dan nikmatnya melebihi apa yang di makan oleh rakyatnya yang sedang terdampak krisis. Umar juga memiliki kebijakan bahwa pejabat negara harus menjadikan hidupnya sama dengan tingkatan hidup rakyatnya.
Hal tersebut di lakukan untuk meringankan beban rakyat dari perasaan menderita dan keterhalangan. Sikap yang di tunjukkan oleh umar tidak hanya di berlakukan kepada pribadinya dan pejabatnya. Namun kebijakan tersebut juga berlaku untuk keluarganya.
Keteladanan yang di lakukan oleh Umar dan para pejabatnya di barengi dengan di terapkannya kebijakan manajemen krisis. Di antara kebijakan Umar untuk kelar dari krisis adalah dengan gotong royong sesama penduduk negara.
Hal ini di lakukan untuk mengurangi beban masyarakat yang terdampak krisis. Bagi masyarakat yang tidak terdampak, mereka di wajibkan untuk menyediakan makanan dan minuman untuk pengungsi yang datang ke daerah mereka.
Bagi pengungsi yang tidak bisa berpindah dari daerahnya, maka Umar memerintahkan utusannya untuk memberikan bantuan berupa makanan dan selimut.
Kebijakan lain yang di lakukan oleh umar adalah dengan menerapkan politik hidup sederhana, kebijakan ini terbukti efektif untuk meredam krisis. Selanjutnya yang di lakukan umar adalah dengan menetapkan prioritas infak, yang mana pos-pos infak di prioritaskan kepada masyarakat yang terdampak krisis.
Selain kebijakan-kebijakan di atas, umar juga memberikan pengecualian seperti penundaan penarikan zakat hewan ternak terhadap mereka yang terdampak krisis.
Penganuliran hukuman bagi pencuri apabila memang terdesak kebutuhannya dan memberikan jaminan sosial wajib. Itulah keteladanan yang dapat di ambil oleh Pemerintah ketika krisis memang terjadi.
Harapannya krisis jangan sampai terjadi namun kita perlu mempersiapkan diri dengan apa yang sudah dicontohkan oleh umar pada saat krisis ramadah.
Editor : Izzul Khaq