Pembahasan mengenai polusi plastik tidak akan ada habis-habisnya, yang dialami berbagai negara tak terkecuali Indonesia. Dampak dari polusi plastik ini akan mengganggu pertumbuhan habitat satwa liar, hewan di lautan, dan tentunya manusia.
Tingkat produksi plastik memang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia sehingga menyebabkan tingginya tingkat pencemaran plastik di lingkungan.
Karena melihat plastik yang harganya murah, tahan lama, sehingga banyak perusahaan memproduksinya. Setiap tahunnya di tempat tinggal penulis sekarang sampah plastik hampir mencapai 1-2 ton per tahun.
Apa Itu Krisis Polusi Plastik?
Aliran plastik ke lingkungan kita telah mencapai proporsi krisis, dan buktinya sangat jelas terlihat di lingkungan laut kita. Dr. Nani Herdiarti, pejabat di Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi menyebutkan, tahun lalu ada lebih setengah juta ton sampah masuk ke perairan laut.
Juga yang di langsir dari laman voaindonesia.com “Hasil perhitungan dari tim Koordinasi Sekretariat Nasional Penanganan Sampah Laut, total sampah yang masuk ke laut pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 521.540 ton, di mana sekitar 12.785 ton berasal dari aktivitas di laut.”
Namun, plastik bukan hanya masalah lautan dan sampah, tetapi juga masalah iklim, kesehatan, dan keadilan sosial. Plastik yang terbuat dari bahan fosil, seperti gas dan minyak, dan berkontribusi terhadap perubahan iklim sepanjang siklus hidupnya.
Ketika permintaan global minyak itu turun. Industri bahan bakar fosil beralih ke plastik untuk tetap bertahan. Perusahaan pencemar plastik besar seperti Coca-cola, Pepsico dan Nestle mendorong pertumbuhan ini dan kegagalan mereka untuk mengakhiri ketergantungan mereka pada plastik satu kali pakai dan berinvestasi dalam penggunaan kembali.
Mereka berkontribusi pada ekspansi produksi bahan bakar fosil dan meletakkan dasar untuk kehancuran besar plastik sekali pakai. Dan jika industri ini berhasil, maka produksi plastik bias berlipat ganda pada tahun 2040.
Ketergantungan industri bahan bakar fosil yang meningkat pada plastik akan sama berbahayanya bagi kehidupan manusia dan planet kita ini. Selain terus mendorong krisis iklim, produksi petrokimia dan plastik memiliki dampak kesehatan manusia dan lingkungan yang mematikan.
Dan akan menimbulkan rasisme lingkungan antar negara, yang pernah terjadi di pantai teluk AS tempat industri plastik meracuni komunitas hitam, dan hingga kanker di China dan serta di kawasan selatan dunia (Global South).
Bagaimana Krisis Polusi Plastik Terjadi?
Tahun 1970-an, industri petrokimia dan bahan bakar fosil, bersama raksasa barang konsumsi, menghabiskan jutaan dolar untuk sebuah iklan guna mendorong mitos daur ulang plastik guna mengelabui pelanggan agar percaya bahwa daur ulang adalah solusi nyata untuk meledakkan kemasan plastik.
Kita sekarang tahu bahwa lebih dari 80% plastik tidak didaur ulang dan retorika itu adalah tabir asap industri untuk memompa lebih banyak plastik demi keuntungan. Daur ulang bukanlah sebuah solusi nyata buat plastik, dan lingkungan, lautan, dan komunitas. Di mana kita membayar harga yang menghancurkan untuk krisis.
Selain plastik merusak hewan di lautan dan manusia. Limbah pembuatan plastik pun akan mencemari lingkungan, ketika tidak dilakukan penanganan dengan baik. Ini akan berdampak besar kepada kesehatan manusia yang tinggal di sekitar pabrik pembuat plastik, limbah yang dihasilkan akan menimbulkan penyakit kanker, kulit, dan lain sebagainya.
Apa Yang Bisa Kita Lakukan Untuk Mengatasi Polusi Plastik?
Ketika pembuatan plastik industri minyak dan gas, mengadakan plastik sebagai perbatasan berikutnya untuk produksi petrokimia di masa depan, kita harus melawan mengekspos industri bahan bakar fosil yang tersembunyi di balik plastik.
Dan menuntut tindakan perusahaan pencemar plastik terbesar di Indonesia maupun dunia yang memicu krisis plastik dengan terus memutus jalur kehidupan utama industri bahan bakar fosil yaitu plastik sekali pakai.
Sudah saatnya pemerintah mengambil sebuah kebijakan tentang sebuah krisis polusi plastik ini. Jika dibiarkan akan berdampak pada keberlangsungan kehidupan manusia yang akan datang.
Sudah saatnya juga perusahaan-perusahaan ini mengakui siklus hidup plastik yang merusak, berhenti menopang bahan bakar fosil, dan mau berkomitmen untuk sepenuhnya menjauhi plastik sekali pakai.
Saatnya menerapkan sistem isi ulang dan penggunaan kembali yang berkelanjutan dalam skala lokal dan global. Karena masa depan laut, hewan, manusia dan lingkungan kita bergantung padanya,
Dan dengan tekanan yang cukup dari pendukung aktivis lingkungan yang berjuang untuk keberlangsungan hidup manusia dan sekutu seluruh dunia. Mau menuntut perusahaan terbesar seperti coca-cola, Pepsico dan Nestle. Berhenti memicu polusi plastik dan krisis iklim dengan berinvestasi dalam solusi penggunaan ulang dan pengisian ulang.
Editor: Rahmat Rusma