Tulisan ini adalah report Mahasiswa KKN tematik Halal kelompok 14 di Desa Harjosari, Annisa’i Nur (Nisa) dan teman-teman. Desa Harjosari bagian dari Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar. Desa ini memiliki tradisi penyembelihan kambing saat malam Suro (1 Muharam), bahkan dilakukan di setiap dusun-dusunnya. Tahun ini, tepatnya hari Senin, 15 Juli 2024 dilaksanakan tradisi rutin yakni Suronan. Tradisi ini berawal dari banyaknya bencana yang terjadi dalam desa pada waktu dulu, baik dalam ekonomi maupun kehidupan masyarakat. Sehingga para sesepuh desa melakukan sedekah bumi untuk menolak bala’ dalam tradisi kejawen dan dalam konteks Islam sebagai rasa syukur kepada Allah SWT.
Berdasarkan informasi warga setempat, memang dahulunya Desa Harjosari sangat kental dengan tradisi kejawennya, dimana banyak yang masih percaya makhluk halus, gangguan jin bahkan wabah penyakit, maka dari itu seiring berkembangnya zaman, tradisi ini dialihkan sebagai sedekah bumi sebagai rasa syukur dan penolak bala bencana di Desa Harjoari. Setiap dusun di Desa Harjosari dahulunya hubungan antar masyarakat kurang tentram dan banyak terkena musibah yang cenderung masih jauh dari agama, maka dari itu tujuan diadakan kegiatan ini selain untuk melestarikan tradisi jawa juga untuk mempererat tali silaturahmi antar warga Desa Harjosari khususnya di Dusun Bakalan agar bisa tentram dan damai.
Pertama kali diadakan tradisi ini dimulai oleh para sesepuh desa dan turun temurun sampai sekarang, setiap dusun melakukan sedekah bumi ini berbeda beda tanggal ada yang dilaksanakan pada malam jumat kliwon dan malam jumat legi dan lain lain sebagai hari ulang tahun Dusun tersebut, selain itu hal ini dahulunya sebagai tumbal yang sekarang dialih kan sebagai sedekah bumi. Begitupun di RT 04 Dusun Bakalan, Masyarakat rumpun RT yang pertama melakukan suronan yakni di tepat 2 muharram di hari senin malam selasa pahing. Selain itu di RT ini juga rutin diadakan pengajian rutinan yang biasa dilakukan malam Jumat atau malam Senin untuk Ratiban dan Yasinan.
Syekh Subakir sebagai salah satu tokoh pencetus dakwah di Pulau Jawa, yang membagi perumpamaan bahwa pembagian pulau Jawa itu menjadi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga pada zaman itupenyembelihan dibagi seperti, di setiap pojok Jawa ibarat kaki dan kepalanya berada di Jawa Tengah. Penyembelihan kambing tidak ada syarat khusus akan tetapi diutamakan jantan. Seiring kemajuan zaman maka setiap desa menyembelih kambing satu ekor. Dahulu, setiap jam 12 malam daging atau bagian sembelihan diputarkan mengelilingi desa, ada juga yang dikubur di pojok-pojok desa. Namun, sekarang hanya dengan mengarak daging mengelilingi desa saja, adapun yang disebar adalah beras dan bunga rendaman. Sebagian wilayah di desa ini, membeli kambing dengan anggaran yang diambil dari masyarakat setiap ada pertemuan, baik arisan ataupun kajian rutinan. Tradisi dimulai dari pagi untuk penyembelihan kambing oleh para tetua dan bapak-bapak setelah itu dilanjutkan oleh ibu-ibu dimasak sebagai lauk dan suguhan saat pengajian malam harinya.
Uniknya, adat masih berjalan bersamaan dengan pemahaman agama masyarakat yang berkembang, bahkan sebagaian masyarakat memiliki ilmu agama yang tinggi di Desa ini tetapi masih melakukan tradisi ini. Keduanya berjalan bersandingan, seluruh masyarakat bisa dikatakan mendukung tradisi ini tanpa menentang. Saat ini, tradisi digunakan sebagai sarana guyup kupul masyarakat yang ada di Desa Harjosari. “Deso Mowo Coro, Negoro Mowo Toto” ujar tetuah disana. Maksudnya, Setiap Desa itu punya adatnya begitupun Negara punya aturannya. Petuah bahwa adat itu menghukumi tempat berpijaknya memang benar, walau zaman terus berkembang tapi setiap tempat memiliki adat yang masih diterapkan oleh masyarakat disana. Karenanya, sebagai masyarakat muslim yang berada di lingkungan tradisi Jawa yang kental harus tetap menguatkan iman untuk menerapkan syariat Islam, seperti di RT 04 Dusun Bakalan, Desa Harjosari, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar ini walau dalam rangka melanjutkan tradisi Jawa tapi didasari dengan ajaran Islam, baik dari penyembelihan kambing sesuai syariat Islam dan di malamnya terdapat pembacan doa dan Surah Yasin bersama sebagai ibadah kepada Allah SWT.
“Memiliki pondasi diri yang kuat sangat penting dalam menghadapi perkembangan zaman di tengah tradisi Jawa di sekitar kita. Karenanya, marilah kita dalami pedoman hidup kita sebagai umat Islam yakni Al-Quran dan As-sunnah dalam menjalani kehidupan kita didunia, karna kita memang punya cara tapi Allah SWT punya aturan-Nya. Hidup akan terus berjalan semakin banyak yang akan kita lihat, kita temui dan kita hadapi. Hanya diri kita yang bisa mengendalikan apapun yang kita lakukan,” kesan dan pesan Nisa, Mahasiswa KKN UIN Raden Mas Said di Desa Harjosari.