Gegap gempita akhir tahun 2021 akan tiba, segala apa yang kita resolusikan di awal tahun ini, sudah saatnya menuju tutup buku dan memulai catatan baru di tahun yang baru. Sebelum kembali menulis sesuatu yang ingin dicapai di tahun selanjutnya, kita pun mulai merefleksikan, apakah resolusi yang telah kita buat sebelumnya sudah terpenuhi ataukah sekedar narasi
Tulisan ini merupakan refleksi subjektif beberapa part of life pribadi saya atau bisa di sebut dengan story telling yang dirasa penting, tentang berbagai silang sengkarut yang menyeliputi konflik dalam diri dan di luar diri pada tahun ini
Awal Tahun : Belajar Menerima dan Bangkit Kembali
Kiranya ketika awal tahun baru 2021 tiba, kita semua bahagia dengan menaburkan berbagai harapan baik yang ada, karena setelah hampir setahun penuh di tahun 2020 aktivitas kita terbelenggu oleh bencana tak kasat mata namun cukup memporak-porandakan keadaan ekonomi, sosial, dan pendidikan pada tiap negara
Terlepas dari bencana tersebut yang memang masih menjadi perdebatan kebenarannya, apakah bencana ini di kategorikan bencana alam, non-alam atau bencana manusia, yang pasti bencana ini dampaknya terasa, korbannya pun banyak, bahkan seluruh dunia seakan bergotong royong untuk menghentikan penyebaran virus tersebut dan bangkit bersama
Karena virus yang semakin bertambah varian, dan korban menuju pertengahan tahun juga semakin banyak, negara pun memberlakukan berbagai kebijakan semacam semi lockdown, dengan menggunakan nama yang berubah-ubah, seperti “PSBB” selang beberapa bulan berganti “PPKM” kemudian selang beberapa minggu di beri tingkatan level. Sehingga bisa di katakan aktivitas kita masih di batasi, dan tidak sesuai ekspektasi ketika pergantian tahun, bahwa tahun 2021, hidup normal kembali
Namun apa mau di kata, ketika keadaan tidak berjodoh dengan apa yang kita rencanakan, harapan hanyalah sekedar harap, tanpa menjelma kenyataan. Kebijakan pembatasan semakin ketat dengan menggunakan kalimat yang berbeda selain lockdown. Sebab itu pula kita boleh saja kecewa, tapi untuk berlarut dalam kekecewaan, lebih baik jangan.
Sebagaimana berbicara tentang pencapaian sebuah resolusi, setiap orang pasti memiliki rencana capaiannya masing-masing, begitu pula saya. Ketika memasuki empat bulan pertama di awal Tahun. Ada sesuatu yang ingin saya capai bersama kawan seperjuangan
Berawal adu berbagai gagasan, mematangkan perencanaan, kemudian mengambil kesepakatan bersama. Namun akhir dari hal itu, Tuhan tidak menakdirkan kita untuk mencapai keinginan tersebut.
Kita semua tertunduk, pasrah, sambil memaki keadaan. Sebuah proses bersama yang tidak mudah, dan berakhir dengan menerima kenyataan yang lebih tidak mudah pula. Dari hal ini, kiranya saya berkata pada kawan saya yang lain, bahwa tidak hanya kabar senang yang perlu di rayakan, kabar sedih pun juga perlu. Kita pun berkumpul kembali sambil menertawakan nasib
Sembari berkumpul, beberapa kalimat yang masih ku ingat dari kawan saya, ia berkata, mengutip Friedrich Nietczhe yang pernah menulis “seseorang yang memiliki alasan untuk hidup, ia akan lebih semangat untuk menjalani hidup” Kawan yang lain juga menambahkan “tak perlu terlalu terang, cukup ada dan tidak pernah padam”
Perkataan-perkataan itu secara tidak langsung memberi makna pada saya bahwa ketika kebanyakan orang mengejar status sosial, ada yang lebih utama, yakni peran sosial yang nyata, konsisten untuk kebermanfaatan bagi manusia lain, itulah salah satu tujuan kita hidup sebenarnya, pada siapapun, pada keadaan apapun
Pertengahan Tahun : Sebuah Dilema Kehidupan
Setiap orang pasti pernah merasakan dilema dalam hidupnya. Namun pada tataran dilema pada apa, ini yang berbeda-beda. Ada yang bimbang karena pekerjaan, pendidikan, tak sering pula mengalami kebimbangan untuk memilih jodoh, atau mau nikah muda apa nikah tua
Hal ini adalah hal yang wajar, begitupun bagi saya. Ketika hidup berjalan dengan semestinya, namun semesta bilang, ini bukanlah kehidupan yang seharusnya engkau jalankan, dengan di tandai saya merasa tidak nyaman dengan pekerjaan yang tidak sesuai dengan idealisme, lingkungan yang tidak mendukung pola perkembangan pemikiran. Saya pun memutuskan mundur dari sebuah pekerjan yang menurut orang lain itu nyaman
Namun lagi-lagi, hidup itu seperti pepatah orang jawa “ Sawang Sinawang” ketika kita melihat orang lain tertawa paling keras di tongkrongannya, belum tentu ia benar-benar bahagia. Begitupun ketika kita melihat orang lain sedih, belum tentu orang itu benar-benar sedih. Sebab yang paling tau perasaan mereka, ya mereka sendiri sebagai pelaku kehidupan
Saya pun seperti itu, meski banyak kawan yang menyesalkan. entah ini sebuah keputusan yang tepat ataukah tidak, namun dengan tetap mengambil sebuah keputusan itulah, saya harus membayarnya dengan tetap berani mengambil akibat dari keputusan tersebut, memang tidak menjamin lebih bahagia, tapi setidaknya, kita bisa tetap hidup dengan kehidupan yang sesuai dengan apa yang kita inginkan.
Akhir Tahun : Perjalanan Spiritual dan Kejutan Tuhan
Setelah membuat keputusan besar. Menuju penghujung akhir tahun, saya merasa untuk memahami lika-liku kehidupan itu lebih rumit dan penuh ketidakterdugaan. Tanpa campur tangan yang Maha Kuasa saya seperti tidak ada apa-apanya
Selama menjadi dewasa, yang hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri. Saya mengalami cobaan yang bagi seseorang di usia saya, itu sebuah hal yang cukup berat. Singkatnya saya mengalami kerugian dalam dunia investasi dengan jumlah yang cukup banyak, yang mana jumlah kerugian itu bisa untuk biaya hidup setahun sebagai mahasiswa
Tapi saya tidak ingin berfokus pada keadaan sulit itu, namun lebih kepada beberapa kejadian setelah saya mengalami cobaan tersebut, yakni ketika saya pasrah kepada Tuhan, menjalani hidup dengan menyelesaikan tugas di depan mata dengan sebaik-baiknya, tanpa memedulikan berapa materi yang saya dapat ketika menjalani hidup
Tuhan dengan percikan kebesaraannya memberi saya kejutan yang luar biasa, tanpa memiliki materi banyak seperti sebelumnya, dan seumur hidup belum pernah menginjak tanah di luar pulau jawa, pada akhir tahun ini saya bisa pergi ke luar Jawa dan mendapat hikmah yang mampu membuat hidup saya lebih baik.
Tidak sampai disitu, ketika berada di pertengahan Desember, saya di terima untuk mengikuti kegiatan Pendidikan Kader Pemimpin Muda Nasional dari Kemenpora RI, sebuah agenda bergengsi, dari 8000 lebih pendaftar, hasil seleksi akhir yang diterima hanya 50 orang, dari setiap penjuru negeri dan di pertemukan di Jakarta. Dari sini pula saya di pertemukan dengan jaringan yang luar biasa.
Saya merasa hal ini menjadi penutup buku di Tahun 2021 yang benar-benar di luar rencana di awal tahun, bahkan bisa di bilang resolusi yang saya tulis sebagian besar hanya sekedar narasi yang tidak terwujud, dan Tuhan pun mewujudkan hal lain yang saya rasa itu lebih hebat dari rencana saya sendiri. Oleh karena itu, saya merasa perjalanan di akhir tahun ini seperti perjalanan Spiritual dan penuh kejutan dari Tuhan.