Tulisan ini hadir sebagai kado besar bagi pergantian tahun baru yaitu tahun 2022. Penulis mencoba sedikit merefleksikan agenda tahunan warga bumi tak terkecuali di warga Indonesia. Agar sering-sering merefleksikan eksistensinya di permukaan bumi ini. Agar menjadi manusia yang berguna bagi semesta alam.
Penulis sengaja mengangkat tema peradaban sebagai kata kunci artikel ini, karena identitas pergantian tahun itu sebenarnya membawa watak peradaban dunia menuju dunia yang lebih berkeadaban dan berkemajuan.
Sebagai seorang muslim yang memiliki nalar yang visioner dan memiliki cita-cita peradaban yang luhur nan mulia. Baik peradaban universal-Islamis maupun peradaban secara mikro individual-islamis sudah menjadi barang tentu untuk selalu mengupayakan agar tercipta cita-cita mulia Islam yang berkemajuan tersebut.
Sering kali penulis kelelahan dalam menghadapi realitas yang sudah tidak begitu jelas tujuan universal kehidupan ini secara konstruksi gerakan keislaman. Gerakan keislaman universal kita pada dekade ini selalu saja gagap meladeni berbagai persoalan dan dinamika kezaliman yang ada di hadapannya.
Dalam menciptakan sebuah peradaban kita tidak boleh putus asa, harus terus bergerak dalam mengupayakan terbentuknya cita-cita yang mulia itu “Peradaban Islam Berkemajuan”.
Azaki Khoirudin adalah seorang pemikir muda Muhammadiyah yang sangat cerdas dalam menghasilkan satu pemikiran tentang peradaban “Islam Berkemajuan”. Ada empat pilar Islam berkemajuan yang di hasilkan yaitu:
Paradigma Tauhid
Menurutnya Tauhid adalah prinsip mendasar bagi pembangunan peradaban Islam. Peradaban dibangun dan di tentukan sebagaimana paradigma tauhid dibangun. Kalau Kiai Dahlan mengistilahkannya dengan “Iman”. Iman itu berdampak pada amal saleh karena teologi kiai Dahlan adalah teologi amal saleh. Ia terkenal dengan manusia amal.
Kiai Dahlan Menerjemahkan Al-Qur’an dengan aksi nyata alias langsung mengamalkan. Tauhid juga bersifat membebaskan yaitu dengan Tauhid Sosial sebagaimana yang di populerkan oleh Amin Rais.
Tauhid menjadi fondasi utama dalam membentuk Islam yang berkemajuan memerlukan kemurnian tauhid dalam membentuk suatu peradaban karena tauhid merupakan doktrin utama ajaran Islam itu sendiri. Olehnya Paradigma tauhid menjadi basis utama berdirinya satu bentuk peradaban Islam yang berkemajuan.
Sebagaimana yang telah di buktikan oleh Kiai Dahlan pada tahun 1912 Masehi dan sangat terasa manfaat peradabannya saat ini yaitu dengan terwujudnya dalam bentuk aktivitas pendidikan, kesehatan, dan Sosial.
Penguasaan dan Pengembangan Ipteks
Muhammadiyah sampai detik ini terkenal dengan kepiawaiannya dalam hal mengelola dunia pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah berkomitmen pada pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Azaki mengutip penggalan ayat wa tawashau bi al-haqq, Al-haqq di sini dipahami sebagai simbol dari ilmu, karena selain kebenaran mutlak juga ada kebenaran relatif, kebenaran relatif inilah yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan sains.
Selain itu secara historis tidak ada kebudayaan atau peradaban yang maju tanpa kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Sejak awal berdirinya, pendidikan Muhammadiyah mengapresiasi dan mengintegrasikan antara iman dan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Ilmu pengetahuan dan teknologi akan membawa kemajuan di bidang-bidang sosial, ekonomi, politik, seni, dan filsafat. Selain ilmu pengetahuan kesenian tak kalah penting dalam membangun sebuah peradaban. Kesenian adalah usaha untuk membentuk kesenangan, karena kesenangan adalah salah satu naluri asasi atau kebutuhan asasi manusia.
Selain seni filsafat juga bagian terpenting bagi perkembangan peradaban yang sarat akan kemajuan. Filsafat berkembang mengikuti kemajuan yang terjadi pada ilmu pengetahuan dan pemahaman manusia. Filsafat sebagai disiplin keilmuan memiliki sifat mengikuti kemajuan yang terjadi pada ilmu pengetahuan dan pemahaman manusia.
Dalam konteks peradaban, tawashau bi al-haqq dapat bermakna integrasi-interkoneksi ilmu. Di sini, al-haqq adalah kebenaran mutlak (tauhid), sedangkan ilmu adalah kebenaran relatif-saintifik. Jadi, ilmu itu harus saling menyapa, saling menasihati, mengoreksi, mengonfirmasi dengan kebenaran ilmu lainnya.
Amal Usaha: kerja-kerja Peradaban
Ada 360 kata amal dalam berbagai sighat (bentu kata) dalam Al-Qur’an yang menggambarkan betapa Tuhan meletakkan konsep amal sedemikian penting. Esensi dasarnya adalah Islam memandang penting amal, tetapi lebih konkret lagi bahwa bentuk manifestasi dan aktualisasi Islam adalah dalam amal salih (Haedar Nashir, 2010).
Muhammadiyah terkenal dengan kerja keras, produktif, mendapat pengakuan baik dari kata ‘amilu al-salihat (amal salih) sebagai kerja-kerja peradaban yang melahirkan kreativitas masyarakat yang membentuk sebuah kebudayaan.
Muhammadiyah selalu melakukan respons terhadap realitas. Hadirnya amal usaha pendidikan, sosial, kesehatan, filantropi, kebencanaan, pemberdayaan orang miskin merupakan respons Muhammadiyah terhadap kebutuhan masyarakat. Sangat jelas bahwa Muhammadiyah memiliki watak berkemajuan, mengawal peradaban dan menciptakan peradaban.
Penguatan Moral-Etika dan Akhlak
Makna kesabaran dalam surah Al-Ashar dalam konteks peradaban dapat dimaknai sebagai saling berwasiat untuk menguatkan MEA (Moral-Etika-Akhlak) individu maupun secara kolektif. Kesabaran adalah puncak dari keutamaan moralitas sebagai penyokong peradaban utama.
Azaki menggunakan pemikiran M. Amin Abdullah dalam menatap etika global (global ethics) dan multikulturalitas era kontemporer yang hanya bisa di topang dengan tradisi ihsan, tasawuf dan irfani.
Perpaduan ketiga elemen inilah corak keberagamaan yang intersubjektif, yaitu jenis atau corak spiritualitas yang mau membuka diri, spiritualitas yang bersedia untuk share atau berbagi dengan berbagai tradisi spiritualitas keberagamaan lain. Spiritualitas yang tidak egosentrik, tetapi spiritualitas yang altruistik.
Corak spiritualitas di atas disebut Amin Abdullah dengan “spiritualitas ihsan yang berkemajuan”. Spiritualitas yang terkandung nilai-nilai utama sebagai penopang “peradaban utama” seperti kasih sayang, kebaikan, ketulusan, pengabdian, tolong-menolong,kedamaian, kepedulian, orientasi hidup yang nir-pamrih (altruistik) kelembutan, rasa untuk berbagi, mengalah demi kebaikan, kelembutan, rasa ingin berbagi, mengalah demi kebaikan, memikirkan kepentingan bersama, kesabaran, kesederhanaan, empati, simpati, rasa hormat, anti kekerasan dan dialogis.
Inilah seperangkat tata nilai yang di perlukan oleh akal pikiran baru keberagamaan manusia yang tercerahkan dan melahirkan “akal pikiran suci” yang bersumber dari “hati suci” untuk membangun keutamaan moral yang di landasi etos belas asih.
Dari empat elemen di atas dalam menciptakan peradaban Islam yang Berkemajuan adalah upaya yang harus kita lakukan sebagai bentuk usaha dari banyaknya khazanah intelektual yang bersebaran di cakrawala pemikiran kader dan tokoh-tokoh Muhammadiyah.
Editor: Izzul Khaq