Setidaknya ada tiga isu sentral dari judul di atas, yakni membaca, zaman dan Ibadah. Secara substansi ketiganya saling terkait dalam kehidupan manusia. Membaca itu adalah alat untuk mengetahui zaman. Zaman itu selalu terisi dengan berbagai aktivitas ibadah, dan ibadah itu di tingkatkan kualitasnya dengan banyak belajar. Dan ketiganya menjadi tugas manusia dalam menapaki kehidupan di dunia ini.
Historical Tahun Hijriyah
Kita telah memasuki tahun baru hijriah 1444 H. Menarik untuk mengulang kembali sejarah penetapan kalender Hijriyah. Secara historis kalender Hijriyah dimulai dari peristiwa hijrah Nabi dari Makkah ke Yastrib.
Penetapan kalender hijriyah dimulai dari peristiwa hijrah adalah penetapan yang spektakuler. Suatu penetapan yang melihat bahwa agama Islam adalah agama yang dinamis. Peristiwa hijrah adalah peristiwa yang sangat penting dalam sejarah dakwah Nabi.
Setelah melakukan misi kenabian selama sepuluh tahun di Mekkah dengan berbagai perjuangan yang sangat berat dan tantangan yang luar biasa. Nabi merubah strategi dalam menjalankan misi kenabian yaitu dengan melakukan hijrah ke Yastrib yang kelak dirubah namanya menjadi Madinah.
Sebenarnya perpindahan dari Makkah menuju Madinah merupakan isyarat dari Tuhan. Ada penggabungan antara ijtihad Nabi dan intervensi Tuhan dalam peristiwa hijrah Nabi dan para sahabatnya.
Ada perbedaan metode Nabi dalam menyampaikan pesan-pesan keagamaan antara periode Makkah dan periode Madinah. Periode Makkah Nabi sebagai figur sentral masih sangat berhati-hati dalam menyampaikan misi kenabian.
Karena memang Nabi menghadapi suatu kekuatan yang sangat kuat dari para elit Quraisy yang masih sangat berpengaruh kuat terhadap masyarakat Makkah pada waktu itu. Nabi tidak punya kekuatan massa untuk menghadapi para elit Quraisy, sehingga Nabi mengalami kesulitan dalam mengkomunikasikan pesan-pesan keislaman.
Sebaliknya di periode Madinah, Nabi dapat mengekspresikan pesan-pesan kerasulannya kepada masyarakat Madinah. Pengembangan misi kerasulannya berjalan dengan baik,sehingga dalam tempo yang singkat Nabi berhasil membangun Madinah menjadi masyarakat yang punya peradaban yang sangat tinggi.
Nabi berhasil meletakkan dasar-dasar kehidupan bernegara dengan landasan kesepakatan bersama lewat piagam Madinah yang egaliter dan humanistik. Di samping Nabi berhasil menciptakan aturan-aturan dalam bermasyarakat, tentu saja di landasi pribadi Nabi yang agung.
Itulah pembacaan Nabi dalam membangun misi kerasulannya, baik di periode Makkah maupun di periode Madinah. Sekalipun ada perbedaan tantangan yang nabi hadapi pada kedua periode tersebut.
Namun tidak pernah kendor dalam menjalankan misi kerasulannya. Sebelum memulai misi kerasulannya. Nabi banyak melakukan perenungan di gua Hira, itu adalah persiapan Nabi sebelum terjun ke masyarakat.
Nabi melakukan perenungan atau kontemplasi diri. Tujuannya adalah untuk penguatan diri, baik secara mental, intelektual, lebih-lebih secara spritual yakni pendekatan diri kepada Tuhan.
Nabi Membaca Zaman
Penyendirian Nabi sebelum pengangkangkatan menjadi Rasul adalah bagian dari rencana Tuhan untuk mempersiapkan Nabi, dalam membawa misi ketuhanan dan pesan-pesan kemanusiaan terhadap umat yang akan di hadapi Nabi ke depan. Pembacaan Nabi selama di gua Hira itu sangat berdampak dalam perjuangan Nabi melakukan misi ketauhidan dan kemanusiaan selama 23 tahun dari periode Makkah dan Madinah.
Betapa beratnya perjuangan Nabi dalam mengimplementasikan misi ketauhidan dan kemanusiaan sewaktu berada di Makkah. Itulah sebabnya persiapan Nabi sebelum terjun mengimplementasikan misi ketauhidan dan kemanusiaan. Adalah persiapan yang sangat matang melalui pengkaderan ilahiah oleh Malaikat Jibril selama beberapa hari di Gua Hira.
Suatu pembacaan yang sempurna yang di perankan oleh Nabi dan di dampingi oleh Malaikat Jibril sebagai pemandu utama dalam pembacaan pesan-pesan Ilahiah yang akan di bacakan oleh Nabi. Bahwa pembacaan yang Nabi lakukan adalah pembacaan di dasari oleh kekuatan keilahian. Ini tergambar dalam ayat pertama yaitu “Iqra’ bismi rabbika”, suatu pembacaan yang mencakup dua dimensi yaitu dimensi sosiologis dan dimensi ketuhanan.
Pembacaan zaman seperti yang di perankan oleh Nabi dalam perjuangan misi kenabian dan kemanusiannya adalah suatu keniscayaan yang harus kita miliki sebagai umat manusia secara keseluruhan. Agama sudah memberikan rambu-rambu yang sangat jelas terkait bagaimana kita memaknai zaman secara benar. Manusia akan mengalami kebangkrutan jika gagal dalam memaknai zaman.
Seperti yang tergambar dalam Qur’an surah Al Ashr, bahwa eksistensi manusia itu akan mengalami kebangkrutan atau kerugian, di sini Tuhan memberikan suatu statement dengan sumpah, “Demi zaman”. Dalam kajian kebahasaan bahwa ketika Tuhan bersumpah dalam teks Al-Qur’an berarti ada hal yang sangat penting dalam teks tersebut.
Membaca secara Holistik
Ketika manusia gagal dalam membaca zaman atau gagal memahami eksistensi dirinya maka dia akan mengalami suatu kerugian yang sangat besar. Membaca zaman tiada lain adalah melakukan pembacaan dengan melibatkan berbagai aspek, seperti Nabi ketika menerima Wahyu sewaktu berada di Gua Hira. Suatu pembacaan yang holistik yang dilakukan oleh Nabi.
Pembacaan yang landasi kekuatan keilahian sebagai kekuatan spritual. Membaca itu perintah dari Tuhan, betapa agama yang di bawah oleh Muhammad adalah agama yang di awali dengan mengedepankan perintah untuk membenahi diri, atau mencerdaskan diri. Pembinaan diri secara individual dengan meningkatkan kualitas bacaan itu sangat penting.
Kualitas secara intelektual dan di landasi dengan kualitas keilahian atau kualitas spiritual. Itulah jawaban yang menjadi landasan dalam menghadapi zaman, di zaman apapun kita berada, kita terus akan melakukan pembacaan zaman dengan landasan memperbanyak Iqra’ dengan landasan nilai-nilai keilahian.
Editor : Izzul Khaq