Saya mendapat kiriman komik singkat ini dari salah satu grup WA. Sejenak saya tertegun, rasanya dari dua perbandingan keluarga tersebut saya berada di tempat yang lebih menguntungkan. Memang sebenarnya banyak sekali orang yang berada dalam nasib hidup yang kurang beruntung. Masih banyak warga yang sulit mendapatkan tempat tinggal layak, pekerjaan yang dihargai, bahan pangan bergizi, bahkan untuk mengganjal perut. Saya pernah menjalani masa-masa sulit seperti ini.
Syukur sebagai Antitesis Kritis?
Bersyukur adalah pintu membuka rezeki. Hati yang bersyukur lebih memberi energi besar untuk terus bertahan dan mengembangkan harapan hidup. Tanpa ada syukur, kita akan mudah resah dan pesimis, serta mudah berpikir buruk terhadap keadaan diri sendiri dan oranglain.
baca juga: Ternyata Sekolah Digital Pertama ada di Muhammadiyah
Memang seakan bersyukur adalah sebuah antitesis dari berpikir kritis. Orang yang berpikir kritis akan sangat jeli menangkap sisi yang tidak adil, tidak pas, tidak sesuai dengan idealita. Para pejuang kemanusiaan, terutama dari aliran kiri, disebut sebagai Mazhab Kritik, karena tidak dapat percaya bahwa ketimpangan yang terjadi di masyarakat adalah hal yang bersifat alamiah. Bagi mazhab Kritik, sebut saja Rosa Luzemburg dari Polandia, ketimpangan itu adalah bentuk ketidakadilan para penguasa dan orang kaya.
Orang miskin ada karena negara dan masyarakat membiarkan mereka miskin. Menurut para aktifis kiri dan oposisi, orang-orang kaya di jaman Orde Baru adalah hasil kroni rezim dengan sekelompok elit pebisnis. Kroniisme atau koncoisme nampak dari betapa mudahnya satu perusahaan mendapatkan konsesi atau tender dalam jumlah angka yang luar biasa besar.
Saya tidak sedang berusaha mengkritisi hal-hal seperti itu. Bagi saya, Mazhab kritik memang lebih pas disandang oleh anak muda. Saat bertemu di reuni sekolahan, Budiman Sudjatmiko, Ketua Gerakan Inovator 4.0, mengkritik saya, “kamu sudah tidak revolusioner lagi, Ali.” Biarlah. Masa menjadi ‘orang terasing’ (istilah Karl Marx) bagiku sudah lewat.
Gerakan Berbagi Muhammadiyah
Saya sekarang lebih bersimpati pada gerakan filantropi. Setiap flyer yang mengajak banyak orang untuk berbagi selalu membuat terharu, dan sedih. Sedih karena memang aku sendiri masih belum mampu berbagi. Terharu, karena Tuhan selalu mengetuk banyak hati umatNya untuk berbagi kasih.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan persentase penduduk miskin pada September 2019 sebesar 9,22%. Data dari Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan hingga empat hari lalu menunjukkan angka PHK dan Pekerja yang dirumahkan tembus 2,8 juta karena Corona. Dampak Covid 19 ini diperkirakan akan lebih serius daripada resesi ekonomi 2008. Angka kemiskinan dapat meningkat hingga 77 juta orang.
Di kecamatan tempat saya berdomisili, rekan-rekan Pimpinan Cabang Muhammadiyah ikut membentuk Muhammadiyah Covid 19 Command Centre (MCCC). Seluruh Pimpinan Cabang Muhammadiyah se DIY membentuk Posko bantuan ini. Saya yakin banyak ormas keagamaan lain juga melakukan hal serupa. Pemerintah sudah menyiapkan sejumlah kebijakan antisipatif untuk masyarakat terdampak. Ekonomi akan tumbuh negatif, kata Presiden. Kita akan memasuki masa-masa sulit. Doa dan dana dari setiap insan yang peduli pasti akan sangat berharga.
Kembali ke foto tadi. Jika kita adalah termasuk keluarga yang tidak pusing dengan tempat tinggal, pekerjaan dan mencari makan, mari mulai peduli. Carilah lembaga-lembaga yang amanah dan sigap menyalurkan bantuan bagi yang membutuhkan. Siapa yang berbuat kebajikan, sesungguhnya dia telah berbuat kebajikan untuk dirinya sendiri.