Karamah shalawat vs tuah vaksin penangkal sakit. Di awal kemunculannya, virus corona dianggap hukuman atas prilaku China Wuhan yang doyan makan kalong, tikus dan binatang haram lainnya. Seiring waktu virus ini menyerang siapapun, tidak mengenal ras, agama.
Bahkan di tempat berkumpulnya orang yang paling alim sedunia sekalipun semisal Masjid al Haram dan Masjid Nabawi juga tak luput dari serangan virus corona, bahkan negara paling Islam sedunia kerajaan Saudi lebih panik dibanding Wuhan China produsen virus korona.
***
Kesel sih tidak. Cuman heran saja ketika ada yang mengaku beriman kemudian mentertawakan kekuatan doa, baik berupa istighfar, shalawat, tasbih atau qunut nazilah, dan semacamnya sebagai penangkal virus korona -kemudian beralih dan sangat yakin pada “karomah vaksin” bikinan manusia. Bahkan ada yang berlebihan berlindung diri dari masker dan sabun-.
Bagi saya, vaksin dan segala jenisnya hanya wasilah, bukan penjaga apalagi penyembuh. Doa kepada Allah ‘azza wajalla adalah pelindung, penjaga dan penyembuh begitulah semestinya bagi yang mengaku beriman.
Baca juga: Harakah Islam Wasathiyah dalam Timbangan
Ironisnya “karomah” vaksin justru di imani sebagian besar manusia modern yang diyakini dapat menjaga imun tubuh dari serangan dan dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit (musyrik gaya modern saya bilang). Ini syirik yang nyata, berlindung dibalik alat infus yang diserupakan dengan berhala.
Masih mengelak? Bukankah semua ikhitiar yang antum lakukan selama ini adalah ikhtiar untuk melawan ketetapan Tuhan dengan varian baru? Bukankah Kedokteran telah menggantikan peran perdukunan dalam hal kemusyrikan? Apa beda vaksin dan mantra jika keduanya dianggap sebagai penjaga dan pelindung dari segala sakit?.
***
Hanya Allah Yang Maha Menjaga. Allah Maha Melindungi dan Maha Menyembuhkan —Bukan vaksin bikinan makhluk ciptaan. Saya tetap berobat ketika sakit, tapi berharap sembuh bukan dari makhluk, hanya kepada Allah Yang Maha menyembuhkan saya beriman dan berharap.
Mungkin terdengar klise, tapi ini adalah pelajaran pertama tentang iman. Ikhtiar menjadi bagian dari iman, jika disandarkan pada kekuatan dan kebesaran Allah semata. Bukan kepada vaksin atau prosedur bikinan rumah sakit atau kawanan tabib. Menjaga kesehatan dengan menjaga kebersihan juga bagian dari iman, jika dilakukan dengan penuh tawakal akan kebesaran dan ketetapan Allah tabaraka wataala.
Baca Juga: Belajar Islam dari Virus Corona
Berdoa saja tak cukup harus disertai ikhtiar—ikhtiar saja tak cukup sebelum disertai tawakal, keduanya bekelindan saling menggenapi. Jangan remehkan doa, qunut nazilah, shalawat, tasbih atau istighfar apalagi bacaan ayat ayat al Quran, tapi juga jangan abai dari ikhtiar menjaga hidup bersih dan menemukan vaksin.
***
Virus korona dan puluhan wabah lainnya adalah fitnah—sebagai al Bayan atau pembeda, mana hamba yang beriman, bersabar dan bertawakal sembari berikhtiar dan mana yang menuhankan vaksin, prosedur rumah sakit atau kawanan tabib. Pilih saja, tak perlu sensi, hidup adalah pilihan. wallahu taala a’lam.