Istilah santri merupakan sebutan bagi seseorang yang mendalami agama Islam serta beribadah dengan sungguh-sungguh. Terkadang disebut juga sebagai orang-orang yang saleh (KBBI). Mereka mengenyam pendidikan agama Islam di pesantren dan biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai.
Santri identik dengan pengetahuan agama dan kemampuannya hidup dalam kesederhanaan. Hal inilah yang menjaadi nilai tersediri yang membedakan santri dengan orang lain yang tidak mengenyam pendidikan di pesantren.
Pesantren merupakan salah satu pilar dalam dunia pendidikan Indonesia yang peranannya sangat penting dalam mencetak santri yang berakhlakul karimah. Dari pesantren pula tokoh-tokoh deklarator dan motor dari perjuangan bangsa melawan penjajah di masa lampau dilahirkan.
Kehadiran santri sangatlah dibutuhkan mengingat semakin kerasnya arus perubahan zaman. Terutama di era milenial atau biasa disebut sebagai era generasi Y yang merupakan era bagi mereka yang lahir antara tahun 1980 hingga awal tahun 2000-an.
Era milenial menawarkan sejumlah kemudahan bagi generasi kita terutama kecanggihan teknologi dan perubahan gaya hidup yang cenderung berkiblat pada budaya barat. Jika tak kuat iman, bisa jadi seseorang terseret dampak buruk dari kecanggihan teknologi di era ini. Dengan menjadi seorang santri tentunya akan mampu membentengi diri seseorang dalam mengarungi perubahan zaman yang terkadang memunculkan dampak yang negatif.
Kecanggihan teknologi seakan menjadi godaan tersendiri bagi generasi milenial mengingat banyaknya gemerlap kesenangan yang ditawarkan. Mulai dari life style hingga perubahan mind set yang begitu mewarnai kehidupan mereka.
Menjadi santri milenial merupakan salah satu harapan bangsa yang digadang-gadang mampu berperan dalam mempertahankan nilai-nilai keagamaan sekaligus nilai-nilai kebangsaan yang mulai terkikis tuntutan zaman. Dengan menjadi seorang santri, maka generasi agamis pun akan tetap lestari. Dimana di pesantren seorang santri akan menimba banyak ilmu agama, di samping ilmu pengetahuan yang di dapat dari bangku perkuliahan atau sekolah.
Seorang santri terbiasa dengan budaya unggah-ungguh terhadap kiai, nyai dan orang yang lebih tua. Satu hal yang menjadi pembeda paling mencolok adalah ahlak dan adab. Seorang santri mampu menyeimbangkan antara aqidah dengan ilmu. Makatak asing lagi bagi kita dengan istilah Berilmu tanpa akhlak dan adab adalah sia-sia
Lalu mengapa santri harus belajar budaya unggah ungguh dan menghormati kiai, nyai beserta keluarganya? Karena di pesantren para kiai atau guru tak hanya menanamkan ilmu yang manfaat namun juga mengedepankan ilmu yang barokah. Dimana barokah didapatkan dari penghormatan terhadap para ahli ilmu.
Di pesantren para kiai mengajarkan banyak petuah dan berperan sebagai role model keilmuan. Selain itu kiai juga tak lelah mendoakan santri-santrinya agar kelak selamat dunia akhirat. Hal inilah yang menjadikan santri memiliki hal yang begitu istimewa karena mereka terikat secara bhatiniyah tidak hanya terikat secara dhohiriyah saja, tidak hanya raga namun juga jiwanya.
Adanya apresiasi yang tinggi oleh para santri terhadap pentingnya adab di atas ilmu inilah menjadikan para santri memiliki pegangan berupa moralitas dan akhlak. Suatu hal yang sangat berharga bila generasi milenial mampu memilikinya. Karena di zaman ini, banyak orang yang berilmu namun nihil dalam hal akhlak.
Seorang yang semakin bertambah ilmunya maka selayaknya mereka akan semakin merendah dan menyadari akan ketidaktahuannya. Seperti layaknya filosofi padi dimana semakin berisi semakin menunduklah ia.
Semakin bertambahnya ilmu dan intelektualitas santri, semakin meningkatlah adab dan akhlak aqidahya. Dengan demikian nilai-nilai keagamaan pun tak akan luntur tergerus oleh kerasnya era milenial ini.
Selain menjadi seorang yang menjunjung tinggi nilai keagamaan, seorang santri haruslah mampu menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan. Lalu bagimana cara menamkan nilai kebangsaan? Salah satunya yaitu dengan berbagai metode yang digunakan pesantren dalam pembelajarannya.
Di pesantren murid akan belajar dengan metode hafalan, bandongan, sorogan, muadatsah, riyadhah, dan lain sebagainya yang merupakan sarana menanamkan nilai kebangsaan.
Metode Bashul Mashail juga merupakan metode yang mampu meningkatkan paham kebangsaan. Para santri akan berdiskusi layaknya sebuah halaqoh atau musyawarah seminar yang membahas mengenai kebangsaan.
Tak monoton, diskusi bisa dimulai dengan nobar atau nonton bareng film kebangsaan yang kemudian dilanjutkan dengan diskusi untuk melatih nalar kritis para santri. Dengan adanya upaya semua pihak terkait terutama pesantren, maka santri dapat mengembangkan peran sertanya dalam mempertahankan nilai-nilai kebangsaan. Hal ini sangatlah bernilai positif, sebab dapat mencegah lunturnya nilai kebangsaan kita.
Sebagai soeorang santri yang memegang amanah harapan bangsa, mari wujudkan cita-cita bangsa dengan menjunjung tinggi nilai keagamaan tanpa lupa untuk menjunjung tinggi nilai kebangsaan. Karena di tangan santrilah peradaban bangsa dapat tercetak.
Editor: Yusuf