Oleh: Susana Pamungkasih
Indonesia adalah salah satu Negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim, menurut data statistik dari MUI tahun 2014 yaitu lebih dari 80 persen penduduk Indonesia beragama Islam. Tetapi walaupun Negara Indonesia adalah muslim atau beragama Islam Negara Indonesia bukan Negara Islam. Indonesia memiliki bentuk pemerintahan Republik dan meiliki dasar Negara yaitu pancasila.
HTI adalah organisasi Islam yang didirikan oleh Taqiyudin Al-Nabhani. Organisasi ini mendeklarasikan diri sebagai partai politik meskipun menolak terlibat dalam sistem demokrasi (pemilu). Sebagai partai yang menolak demokrasi, HT ingin menawarkan konsep politik yang sama sekali berbeda dengan demokrasi, yakni khilafah Islamiyyah. Sebuah sistem politik yang mereka klaim, otentik Islam dan bersumber langsung pada praktik kenegaraan Nabi Muhammad SAW.
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
Hizbut Tahrir senidiri adalah oraganisasi yang bertaraf internasional yang mempunyai tujual utama ingin mendirikan khilafah islamiyah atau sebuah Negara Islam dengan ideologinya sebagai ideologi Isalm. Hizbut Tahrir mempunyai dua tujuan utama yaitu: pertama menghidupkan atau melangsungkan kemabli kehidupan Islam, yaitu mengajak masyarakat hidup Islami sesuia dengan ajaran Islam. Tujuan yang kedua yaitu mengemban dakwah Islam seluruh dunia.
Hizbut Tahrir didirikan oleh Taqiyudin Al-Nabhani pada Tahun 1953 di Yordania. Latar belakang didirikannya Hizbut Tahrir ini adalah untuk mengembalikan umat Islam untuk kembali taat dengan hukum Allah yakni hukum Islam serta memperbaiki sistem perundangan dan hukum yang dirasa tidak sesuai dengan Islam dianggap kufur dan Hizbut Tahrir ingin menghilangkan atau membebaskan diri dari pengaruh Barat.
Seiring dengan berjalannya waktu Hizbut Tharir dibubarkan dikarenakan oleh pemikiran Hizbut Tahrir yang bersebrangan dengan pemerintah saat itu. Taqiyudin Al-Nabhani dan sejumlah tokoh lainnya seperti Dr. Abd Al-Azizi Al-Khiyath di masukkan kedalam penjara.tetapi akibat dari petisi dari sekelompok wakil rakyat Taqiyuddin Al-Nabani dibebaskan dari penjara dan memulai berdakwah tetapi secara diam-daim dan berpindah tempat dari Yordania, Syiria,dan Lebanon.
Hizbut Tahrir mulai masuk ke Indonesia pada tahnu 1982 ketika pemimpin pondok pesantern Al-Ghazali Bogor. Kiai Abdullah bin Nuh mengajak Abdurrahman Al-Baghdad seorang aktivis Hizbut Tahrir dari Australia untuk menetap di Bogor selama kurang lebih 1 tahun dari tahun 1982-1983.
Abdurrahman selama disana ikut mengajar di pesantren tersebut dan beliau aktive mendakwahkan tentang Hizbut Tahrir di kalangan mahasiswa. Pada awalnya Abdurrahman mendakwahkannya di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan cara membentuk halaqah-halaqah di masjid untuk membahas mengenai Hizbut Tahrir.
Para kativis kampus inilah Hizbut Tahrir bisa berkembang sampai pada Universitas lainnya seperti UNPAD, IKIP MALANG, UNAIR dan lain-lain. Anak Abdullah Bin Nuh yang bernama Muhammad Mustofa yang kuliah di Yordania sudah menjadi aktivis Hizbut Tahrir ketika dia menjadi mahasiswa di Yordania.
Baca Juga: Pandangan dan Implementasi Pluralisme Positif Muhammadiyah
Pada Tahun 1990-an dakwah HTI mulai merambah kepada masyarakat umum dengan cara lewat pintu ke pintu. Dakwah HTI biasanya diadakan di masjid-masjid masyarkat, kantor maupun perusahhan. Kantor HTI berada di Tebet, Jakarta. Pada tahun 2002 HT melakukan konferensi internasional yang digelar di Istora Senayan.
Yang dihadiri oleh tokoh-tokoh HT dalam negeri maupun luar negeri di antaranya yaitu KH dr Muhammad Utsman dari Indonesia dan ustadz Ismail Al-Mahwah dari Australia. Konferensi tersebut menandakan lahirnya HTI sebagai partai politik berideologi Islam dan mulai saat itu HTI mulai menampakkan dirinya ke publik secara terang-terangan.
Pada Tahun 2018 tepatnya tanggal 19 Juli Pemerintah Indonesia secara resmi membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) berdasarkan atas Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30. AH.01.08. tahun 2017 yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (perpu) No. 2 Tahun 2017 yang berisi mengenai organisasi kemasyarakatan. Pemerintah membubarkan HTI dengan alasan mereka mengancam NKRI karena HTI ingin mendirikan Khilafah di Indonesia dan ingin mengubah ideologi pancasila.
Pancasila menurut HTI
Pandangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atas Pancasila, menarik dan mengandung kontradiksi. Di satu sisi, Pancasila disebut sebagai ideologi kufur yang harus ditolak karena keburukan Pancasila di dalam dirinya sendiri. Di sisi lain, Pancasila diterima sebagai seperangkat falsafah Negara. HTI banyak diperbincangkan pada tahun 2000 an karena kontraversi bahwa HTI ingin mendirikan Negara khilafah dan mengganti ideologi pancasila dengan ideologi Islam.
Pandangan pertama HTI terhadap pancasila yaitu: Pancasila adalah ideologi kufur. Hal ini digambarkan oleh Ainur Rafiq, dengan mengutip nasyrah (selebaran) HTI yang bertajuk, Al-Banshasila Falsafah Kufr laa Tattafiq ma’a al-Islam. Karena kekufuran ini, Pancasila tidak sesuai dengan Islam. Dalam kaitan ini pengufuran Islam dilandasi dua argumen. Argumen pertama, karena Pancasila mengakomodir pluralisme agama.
Hal ini terdapat pada sila Persatuan Indonesia yang menjaga dan menghormati kemajemukan bangsa, salah satunya kemajemukan agama. Penghargaan atas kemajemukan agama ini bertentangan dengan prinsip HTI yang menekankan kebenaran tunggal agama Islam.
Argumen kedua, karena Pancasila berisi kemajemukan ideologi (mabda’) dengan mengakomodir ideologi-ideologi non-Islam, seperti sosialisme, demokrasi dan nasionalisme. Padahal menurut HTI, mabda’ yang paling benar adalah mabda’ Islam. Dengan argumentasi ini, maka Pancasila adalah falsafah kufur yang bertentangan dengan Islam.
***
Sementara itu menurut pandangan kedua, Pancasila bukanlah ideologi kufur, melainkan seperangkat falsafah. Seperangkat falsafah ini baik di dalam dirinya sendiri karena memuat gagasan filosofis berupa ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Dengan demikian tidak ada yang bermasalah di dalam rumusan Pancasila, karena ia memang merupakan rangkaian gagasan filosofis yang baik.
Pandangan ini dinyatakan oleh juru bicara HTI, M. Ismail Yusanto. Bagi Ismail, Pancasila adalah gagasan filosofis yang baik. Hanya saja sebagai set of philosophy, pancasila tidak dapat untuk mengatur tata pemerintahan di Indonesia. Karena jumlahnya yang hanya lima sila, Pancasila hanya merupakan gagasan filosofis yang tidak memiliki turunan sistemik di dalam realitas politik.
Turunan sistemik ini menyangkut sistem hukum yang mewujudkan keadilan sosial, sistem politik yang mendukung kerakyatan, sistem ekonomi yang mendukung kesejahteraan, an sebagainya.
HTI menyebut Pancasila sebagai tidak mencukupi karena ia masih memerlukan ideologi lain untuk mengimplementasikan nilainilainya. Dengan demikian, ketika Pancasila ditempatkan sebagai ideologi nasional, maka menurut HTI, ia bersifat tidak mencukupi. Buktinya, para penguasa Indonesia masih perlu menggunakan ideologi lain untuk menerjemahkan Pancasila.
Oleh karena itu, ketika HTI mengajukan jargon “Selamatkan Indonesia dengan syariah”, maka penyelamatan itu tertuju pada kelemahan sosialisme, kapitalisme dan neo-liberalisme dalam menghantarkan rakyat kepada kesejahteraan. Meski tidak melakukan perincian atas apa yang disebut sebagai sosialisme dan sosialisme di era Soekarno.
Baca Juga: Ternyata Pancasila Sesuai Dengan Konsep “Umatan Washata”
HTI menawarkan Islam sebagai alternatif atas masalah yang ada di Indonesia. Pada titik ini, pandangan HTI atas Pancasila menjadi jelas. Kejelasan ini terangkum dalam beberapa hal. Pertama, HTI menerima Pancasila hanya sebagai gagasan filosofis, Pancasila baik dan tidak bermasalah serta selaras dengan prinsip-prinsip syariat Islam.
Hanya saja dengan menempatkan Pancasila sebagai gagasan filosofis biasa yang tidak memiliki kemutlakan dalam konteks negarabangsa Indonesia. Resikonya, Pancasila bisa dibongkar-pasang artinya bisa ditambah atau dikurangi sila-silanya, atau bahkan bisa diganti dengan dasar negara lain, meskipun saat ini HTI tidak mewacanakan penggantian dasar negara tersebut.
Kedua, dengan menempatkan Pancasila sebagai filosofi, maka HTI tidak menempatkan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Sebagai dasar negara, Pancasila bersifat mutlak, sejak di dalam rumusan internalnya, maupun dalam fungsi permanen sebagai dasar negara yang mendasari segenap tata lembaga dan kebijakan politik di Indonesia.
Sementara itu sebagai ideologi nasional, Pancasila ditempatkan sebagai ideologi politik dalam kerangka nasionalisme Indonesia. Dalam kerangka ini, Pancasila akhirnya menjadi dasar bagi pemikiran politik rakyat Indonesia, dan mengarahkan cita-cita segenap masyarakat Indonesia.
HTI menolak pancasila sebagai dasar negara, karena sejak awal ia memang mendasarkan konsepsi politiknya pada Islam. Artinya, di dalam konsep politik khilafah, dasar negara khilafah tentulah bukan Pancasila, melainkan Islam. Oleh karenanya, dengan sifat relatif-dinamis dalam kerangka set of philosophy, Pancasila tidak mutlak sebagai dasar negara, sehingga ketika kondisi politik memungkinkan, ia bisa diganti. Hal sama terjadi pada posisi Pancasila sebagai ideologi nasional.
Karena dasar politik HTI adalah Islam, maka ideologi politiknya tentulah Islam, bukan Pancasila. Oleh karena itu, HTI kemudian menawarkan Islam sebagai ideologi alternatif untuk Indonesia. Namun HTI tidak mungkin menempatkan Pancasila setara dengan Islam. Mengapa?
Baca Juga: Maksud “Musuh Terbesar Pancasila itu Agama”
Karena Pancasila hanyalah gagasan filosofis, sementara Islam adalah agama. Sebagai agama, Islam tentu di atas Pancasila, sehingga ketika Islam dipahami sebagai ideologi, ia mengatasi dan melampaui ideologi Pancasila.
Akibat dari pemikiran HTI tersebut yang ingin mendirikan khilafah dan mengganti ideolgi Indonesia dengan ideologi Islam pada tanggal 19 Juli 2018 HTI dibubarkan dengan alasan membahayakan keutuhan NKRI.
HTI dibubarkan berdasarkan Perpu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakan (Perppu Ormas). Tetapi walaupun sudah di bubarkan HTI tetap menjalankan dakwah seperti biasanya. Mereka tetap melakukan kajian-kajian mengenai islam baik itu lewat masjid kemasjid, sosial media, maupun lewat seminar.