Oleh : Ahmad Mumtaz Murtadha
“Al Islamu imanu wa amal”, yaitu agama Islam itu selalu bersanding dengan ke-Imanan dan Amalan.
Seharusnya kita lebih berkenan menyebut Din dengan nama agama, karena agama bukan dari bahasa Arab
walaupun agama itu sering menjadi terjemahan kata Din, tapi tidak mewakili secara keseluruhan untuk memaknai kata din tersebut.
Agama itu dari bahasa Sansekerta, agama itu jadi konsepsi yang membuat kita terjaga dari kerusakan dan segala marabahaya
Bagaimana supaya pandangan tidak rusak, lisan bicara tidak rusak, berjalan tidak rusak, seperti itulah makna dalam bahasa Sansekerta itu, karena itu menyebutnya dengan istilah agama.
Tapi Din mempunyai makna yang lebih luas dari pada itu. Din itu bukan sekedar menjaga kita agar tidak berbuat rusak dalam kehidupan, tapi juga memberikan sebuah konsekuensi dari perilaku penjagaan kita, untuk mendapatkan penilaian di sisi Allah SWT.
Hak Allah SWT atas hambanya, dan Hak hambanya kepada Allah SWT
Keadilan Allah SWT menetapkan hak bersanding dengan kewajiban, karena Agama itu adalah konsepsi Kepatuhan antara kita makhluk kepada Allah SWT.
Maka jika Allah SWT perintahkan kita kerjakan, sekarang kalau kita kerjakan, kita mendapatkan apa haknya? ada Hakkullah ‘ala Ibad, Hakkul Ibad ‘ala Allah, hak Allah atas hambanya, hak hamba atas tuhannya.
Ada hak Nya Allah SWT untuk kita yaitu menyembah Nya dengan sempurna, karena itulah menjadi kewajiban kita, tapi ada pula hak kita dari Allah SWT yang diberikan untuk kita.
Jadi semua pekerjaan kita, yang kita kerjakan demi mematuhi Allah SWT itu dianggap baik oleh Allah SWT,
Kemudian maka namanya menjadi Saleh, karena itu perbuatannya bernama dengan Amal Saleh. Inilah ketika Amal Saleh kita kerjakan mempunyai nilai, nilainya sama dengan Hasanah.
Amal Shaleh ?
Jadi dalam Din itu adalah Islam, yaitu bukan sekedar menjaga kita, untuk berperilaku dengan baik, tapi ada akibat yang kita dapatkan, ada timbal balik dari semua penjagaan yang kita lakukan, perbuatan kita mendapatkan penilaian dari Allah SWT, maka penilaian itulah yang nanti melahirkan pahala.
Ketika seseorang mengerjakan karena Allah SWT dengan baik perbuatannya, perbuatan itulah dalam bahasa Arab Amal namanya. Lalu ketika Allah SWT menilainya baik, maka menjadi Saleh, maka dari sinilah muncul istilah Amal Saleh.
Amal saleh yang oleh seorang hamba kerjakan, dapat poin dari Allah SWT, dapat penilaian poinnya Hasanah namanya, dan Hasanah ini juga punya poin atau pahala kebaikan yang diberikan oleh Allah kepada kita.
Setiap kebaikan itu 10 minimal poinnya, ada 10 inilah yang paling pokok, paling dasar, yang paling minimal. Sedikitnya 10 poin ini dari mana adanya?
Konsepsi ini ada di Al-Qur’an surah ke-6, ayat 160:
مَنْ جَاۤءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهٗ عَشْرُ اَمْثَالِهَاۚ وَمَنْ جَاۤءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزٰٓى اِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ
Barang siapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak ada balasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak terdzalimi.
Barangsiapa yang mengerjakan satu perbuatan, punya nilai Hasanah, artinya Amal Sholih yaitu perbuatannya, maka baginya mendapatkan 10 poin, tetapi 10 ini jangan dihitung dalam hitungan kita, yaitu 1 2 3, terlalu kecil, misalnya bacaan Quran saja yang setiap hurufnya 10 pahalanya,
“Man Qoro’a harfan min kitabillah, falahh asyru Hasanah”,
Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an (kata Nabi di hadis riwayat At-Tirmidzi) maka satu huruf yaitu setara dengan 10 kebaikan, satu hurufnya, jadi kalau kita baca Alif Lam Mim, itu tidak terhitung satu huruf, tapi alif punya nilai sendiri, lamnya punya nilai sendiri, mimnya punya nilai sendiri, yaitu 10 kebaikan nilainya.
Jarak 1 Hasanah ke Hasanah lainnya?
Maka itu punya poin 25, itu jarak satu dengan keduanya (kata Nabi, dalam Hadis Muslim), itu jaraknya 500 tahun dari satu ke dua ketiganya, 500 tahun, 3 ke 4 nya 500 tahun, ya ini hitungan standarnya, jadi jika kita bayangkan kalau mengambil analoginya yang hadis ini, yaitu jarak satu kedua itu begitu mahal nilainya, yang begitu tinggi di sisi Allah SWT.
Inilah yang kita sebut dengan pahala namanya, yaitu perbuatan yang bersifat baik, kita menyebutnya dengan istilah Hasanah
Poinnya inilah poin bekal kita menghadap Allah SWT, poin bekal kita untuk menghadap Allah SWT, jadi semua pekerjaan dunia kita akan menjadi rutinitas, tanpa adanya ini, tanpa adanya acuan ini, yaitu konsepsi yang memberikan timbal balik, karena itu kita menyebutnya dengan Din, bukan sekedar agama.
Jadi yang kita bawa pulang itu bukan harta yang kita kumpulkan (mohon maaf), bukan kendaraan, bukan rumah yang kita tinggali, pakaian yang kita koleksi, handphone paling mewah yang kita dapati, bukan itu, bahkan jangankan ke akhirat, ke alam kubur pun tidak kita bawa.
Penting bagi kita untuk menyadari, bahwa ada sesuatu yang harus kita yakini, kita pahami, karena itulah keimanan,
Yang kita yakin tanpa ragu, bahwa kalau pulang nanti bawa bekal menuju akhirat untuk menghadap Allah SWT.
Solusi dari Allah SWT untuk bekal kita kembali kepadanya
Itulah saat kita pergi meninggalkan dunia ini, telah meninggal dunia yang artinya, semua bekal-bekal yang terkait dengan keduniaan itu, tidak bisa di bawah ke alam kubur, di dunia saja ada ketentuan, meninggal dunia bekal-bekal dunia itu sudah kita tinggalkan.
Sekarang pertanyaannya, apa yang akan kita bawa untuk berpindah kepada dimensi lain itu yaitu alam kubur? Allah SWT menjawabnya di sini, kita telah mendapatkan kebenaran dan keyakinan akan risalah Islam,
Tidak ada satupun satu keterangan informasi yang paling akurat lengkap transmisinya sehingga bisa melacak dari setiap masa sampai ke sumber utamanya yaitu ke Nabi Muhammad SAW melalui Kitabnya yaitu Firman Allah SWT Al-Qur’anul Karim.
Al-Qur’an terang benderang menjelaskan kepada kita tentang, bagaimana kehidupan setelah kematian? Cara wafatnya? Siapa yang mengambil nyawanya? Apa yang terjadi saat meninggal dunia? Ke mana kita pindah keadaannya? Seperti apa bekal yang akan kita bawah?
Inilah yang kita butuhkan, jadi saat kita pulang kembali kepada Allah SWT dan ke alam alam akhirat itu.
Ini yang akan memberikan konsepsi petunjuknya, maka harus beramal dengan pedomannya seperti yang telah disebutkan.
Jadi di sini penulis mengatakan untuk lebih cenderung tidak memilih menggunakan kosakata agama itu, walaupun juga pembahasan tentang kata agama,
Boleh jadi mengalami perluasan, tetapi untuk pemahaman kita saat ini, yaitu kenapa Al-Qur’an memilih diksi Din? Yaitu untuk memberikan gambaran kepada kita, tentang apa yang telah kita uraikan sebelumnya tadi.