Oleh: Baharuddin
Selain dalam masalah dakwah, Muhammadiyah juga terlibat dalam resolusi konflik di era transisi demokrasi dengan membuat tim mediasi dalam konflik di Ambon, Poso, Papua, dan Aceh. Demikian halnya di ranah internasional melalui forum dialog dan konsolidasi. Di antaranya melalui World Peace Forum yang rutin diadakan oleh CDCC.
Misi perdamaian di Mindanao, Filipina juga dilakukan Muhammadiyah dengan membuat tim ad hoc. Tidak hanya itu, Muhammadiyah juga melakukan pemberdayaan ekonomi melalui pendirian Baitul Maal wa Tamwil (BMT). Hingga pemberian beasiswa penuh bagi korban konflik untuk berkuliah di beberapa Perguruan Tinggi Muhammadiyah.
Demikian halnya melalui institusi pendidikannya, Muhammadiyah juga menjadi juru damai. Melahirkan varian Kristen-Muhammadiyah (Krismuha). Banyak lembaga pendidikan Muhammadiyah di Indonesia Timur yang peserta didiknya adalah umat Kristiani. Muhammadiyah bahkan menyediakan guru beragama Kristen untuk mengajar di institusi tersebut.
Perhatian Para Peneliti
Bukan hanya menjadi perhatian para peneliti dalam negeri, demokrasi yang dipraktekkan oleh Muhammadiyah pun menjadi perhatian peneliti luar negeri. Misalnya seorang peneliti sekaligus Profesor Antropologi asal Kangwon National University Korea Selatan, Hyung-Jun Kim (2017) yang meneliti tentang nilai-nilai demokrasi yang dipraktekkan oleh Muhammadiyah.
Baca Juga: Manusia Kreatif Menurut Filsuf Muhammad Iqbal
Dari hasil kajiannya, Kim menemukan fakta unik tentang tradisi demokrasi dalam Muhammadiyah. Organisasi Islam terbesar di Indonesia ini dinilai sebagai salah satu organisasi paling demokratis dan berbeda dengan banyak organisasi keagamaan lainnya. Dari Muhammadiyah, Kim menemukan fakta bahwa antara demokrasi dan Islam sebenarnya bisa sejalan.
Menurut Kim, di Muhammadiyah tidak ditemukan pengkultusan pada sosok tertentu. Demikian halnya pimpinan di Muhammadiyah tidak terlalu dimunculkan sikap kharisma yang berlebihan.
Kesimpulan Kim yang demikian adalah hasil penelitian dari serangkaian peristiwa penting di Muhammadiyah. Mulai dari muktamar ke muktamar hingga ketika ada peristiwa semacam Pemilihan Presiden yang melibatkan tokoh Muhammadiyah pada tahun 2004.
Tradisi Demokrasi Muhammadiyah
Temuan menarik Hyun Jun Kim tentang tradisi demokrasi di Muhammadiyah ini didasarkan pada empat unsur. Pertama, sistem pemilihan pemimpin di Muhammadiyah sangat terbuka dan demokratis. Sejak awal, Muhammadiyah telah menerapkan sistem kepemimpinan kolektif-kolegial.
Kedua, cara merumuskan suatu keputusan. Dalam tradisi Muhammadiyah terjadi sistem musyawarah berjalan secara alami dan sangat teratur. Semua orang punya hak (bicara) yang sama. Semua equal dalam mengeluarkan opini. Ketiga, sistem otonomi dan hierarkis yang unik.
Kim mencontohkan tatacara pengelolaan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). AUM dibangun secara swadaya dan diberi nama Muhammadiyah. Setelah AUM tumbuh, justru pimpinan Muhammadiyah meminta sumbangan dari AUM.
Baca Juga: Anjar Nugroho: Pendidikan Holistik yang Membebaskan
Sementara yang menunjuk pimpinan AUM adalah pimpinan Muhammadiyah. Baik Pimpinan Cabang Muhammadiyah, Pimpinan Daerah Muhammadiyah, maupun Pimpinan Wilayah Muhammadiyah.
Keempat, sikap egaliter. Semua menganggap orang lain sebagai kawan. Kim sering menemui pimpinan Muhammadiyah bergaul sangat akrab dengan sopir dan tukang sapu. Demikian halnya hubungan antar pimpinan dan anggota Muhammadiyah juga sangat tidak berjarak. Sikap egaliter ini sangat Islami. Bahwa yang membedakan manusia di sisi Tuhan adalah ketaqwaan.
Penulis adalah Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Kabupaten Enrekang